Ada guyonan yang beredar dikalangan oran orang
NU : Ahh, pelit banget sih tak mau menambah kata “Sayyidina”, wong pak bupati
dan pak camat saja ditambah dengan “yang terhormat”, pak kyai dengan
“Almukarram” kok kepada Nabi kita yang amat mulia kok njangkar...”
Mengenai
fanatikme orang orang NU dalam masalah ini berdasar pada dalil, pertama :
Syaikh Asnawi mengatakan : sungguh telah
popular ditambahklanya” Sayyidina” sebelum kata “Muhammad” bagi setiap orang
yang sholat. Dan ini merupakan pendapat yang paling utama. Ada riwayat dari
Ibnu Abdus Salam terpapar dalam bab sopan santun “dimana telah dibakukan
sesungguhnya sopan santun itu termasuk mengikuti serta menguatkan kasus yang berkenaan
dengan Abu bakr pada waktu Rasulullah (Imam Sholat), tetapi Abu bakr Enggan
bakan Abu bakr menjawab : tak pantas bagi seorang anak ibnu kuhafah ( nama
Panggilan Abu Bakr) berada di depan Rasulullah demikian pula pada kasus Ali
ketika disuruh menghapus kata “Nabi Muhammad” dari lembar perjanjian shulukh
Al-hudaibiyah, yaitu setelah nabi memerintahnya untuk menghapus kalimat
tersebut Ali menjawab: Saya tidak akan menghapus kalimat itu selamanya
berdasarkan dua kasus diatas nyatalah bahwa tindakan “menolak” samahalnya
tunduk atas perintah dengan menghargai dan “bersopan santun atas pimpinannya (Nail al-Authar, juz II, hlm
326)
Dalil kedua
yang paling utama adalah menambah kata kata “ sayyidina”
karena terkait dengan etika sopan santun. Berbeda bagi mereka yang berpendapat
meninggalkan kata “sayyidina” lebih baik berdasarkan atas tekstual hadist
semata pendapat yang kuat ialah pendapat pertama (memakai “Sayyidina”). Sedang
bunyi hadist : laa tusawwidunii fii sholaatikum menggunakan huruf wau bukan
dengan ya’ itu tidak ada (hasyiyah bajuty, juz I h;am 156 ; lihat juga Sirajuddin abbas , 40
masalah agama juz II hlm 125 )
Dalil ketiga :
Menambah kata kata "sayyidina"
sebelum kata "Muhammad" itu boleh sedang hadist laa
"tusayyidunii fii ash-sholah" itu termasuk hadist dhoif. Bahkan tidak
di ketahui asal usulnya. (al-minhaj al-qawim, hlm 51 ; Qalyuby, juz I hlm 167; muhibbah juz II
hlm 262; sulaiman Qurdy, hamisyi juz I hal 174; lanat at-Thalibin juz I hlm
172)



03:32
Afifudin Ibad
