Selamat Datang di Web:

IKATAN PELAJAR NAHDLATUL ULAMA
IKATAN PELAJAR PUTRI NAHDLATUL ULAMA
BULULAWANG-MALANG-JAWA TIMUR

Sunday, 18 January 2015

Membaca Sayyidina Sebelum Muhammad Wajib bagi orang NU bukan Bid'ah

Orang orang NU suka sekali membaca Shalawat Nabi ditamba dengan kata “sayyidina”(tuanku) sebelum kata “Muhammad”. Saking fanatiknya, merekapun selalu memperhatikan setiap khotib atau penceramah ketika mengawali khotbah atau ceramahnya. Kala membaca sholawatnya kok tidak ditambah dengan kata “Sayyidina Muhammadin”, tegas mereka menganggap khotib atau penceramah tadi sebagagai Laisa minnna (bukan warga NU).
Ada guyonan yang beredar dikalangan oran orang NU : Ahh, pelit banget sih tak mau menambah kata “Sayyidina”, wong pak bupati dan pak camat saja ditambah dengan “yang terhormat”, pak kyai dengan “Almukarram” kok kepada Nabi kita yang amat mulia  kok njangkar...”
 Mengenai fanatikme orang orang NU dalam masalah ini berdasar pada dalil, pertama :
Syaikh Asnawi mengatakan : sungguh telah popular ditambahklanya” Sayyidina” sebelum kata “Muhammad” bagi setiap orang yang sholat. Dan ini merupakan pendapat yang paling utama. Ada riwayat dari Ibnu Abdus Salam terpapar dalam bab sopan santun “dimana telah dibakukan sesungguhnya sopan santun itu termasuk mengikuti serta menguatkan kasus yang berkenaan dengan Abu bakr pada waktu Rasulullah (Imam Sholat), tetapi Abu bakr Enggan bakan Abu bakr menjawab : tak pantas bagi seorang anak ibnu kuhafah ( nama Panggilan Abu Bakr) berada di depan Rasulullah demikian pula pada kasus Ali ketika disuruh menghapus kata “Nabi Muhammad” dari lembar perjanjian shulukh Al-hudaibiyah, yaitu setelah nabi memerintahnya untuk menghapus kalimat tersebut Ali menjawab: Saya tidak akan menghapus kalimat itu selamanya berdasarkan dua kasus diatas nyatalah bahwa tindakan “menolak” samahalnya tunduk atas perintah dengan menghargai dan “bersopan santun atas pimpinannya (Nail al-Authar, juz II, hlm 326)
Dalil kedua
yang paling  utama adalah menambah kata kata “ sayyidina” karena terkait dengan etika sopan santun. Berbeda bagi mereka yang berpendapat meninggalkan kata “sayyidina” lebih baik berdasarkan atas tekstual hadist semata pendapat yang kuat ialah pendapat pertama (memakai “Sayyidina”). Sedang bunyi hadist : laa tusawwidunii fii sholaatikum menggunakan huruf wau bukan dengan ya’ itu tidak ada (hasyiyah bajuty, juz I h;am 156 ; lihat juga Sirajuddin abbas , 40 masalah agama juz II hlm 125 )
Dalil ketiga :
 Menambah kata kata "sayyidina" sebelum kata "Muhammad" itu boleh sedang hadist laa "tusayyidunii fii ash-sholah" itu termasuk hadist dhoif. Bahkan tidak di ketahui asal usulnya. (al-minhaj al-qawim, hlm 51 ; Qalyuby, juz I hlm 167; muhibbah juz II hlm 262; sulaiman Qurdy, hamisyi juz I hal 174; lanat at-Thalibin juz I hlm 172)

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | free samples without surveys