NU ONLINE.
Pada hari Senin Wage, 15 Dzulhijjah 1431 H atau bertepatan dengan 22 November 2010 M menjadi hari bersejarah bagi
Tim Sarkub.
Di hari itulah mereka memulai perjalanan untuk “menginvestigasi” H.
Mahrus Ali, pengarang buku-buku yang menyudutkan Nahdlatul Ulama (NU),
di kediamannya di Tambakwaru, Sidoarjo, Jawa Timur. Sebelum menuju
rumahnya H. Mahrus Ali (yang ngaku-ngaku Mantan Kiai NU), mereka berlima
silaturrahim terlebih dahulu ke rumah keponakannya yang bernama H.
Mahmud alumni pesantren Langitan untuk berbincang-bincang sebentar
sambil mengemukakan maksud dan tujuan kedatangan baik kami ke sana.
Karena, rumahnya H. Mahmud terletak pas berada di gang yang mau menuju
rumahnya H. Mahrus Ali. Tentunya tidaklahh sopan apabila melewati
rumahnya begitu saja.
Dalam silaturrahim itu mereka mendapat
gambaran tentang ajaran yang dianut oleh Mahrus Ali, bahkan mereka
mendapat informasi bahwa Mahrus Ali itu mengharamkan makan daging ayam
dikarenakan ayam mempunyai cakar. Begitupula, Mahrus Ali mengharamkan
makan tahu dengan alasan tahu itu mengandung cuka.
Setelah silaturrahim ke rumah H. Mahmud,
mereka menuju ke rumah Mahrus Ali untuk bersilaturrahim dan ingin
menanyakan langsung tentang penggunaan istilah “Mantan Kiai NU” dalam
setiap karangannya.
Alhamdulillah, berkat anugerah Allah SWT
mereka bisa menemui Mahrus Ali dengan begitu mudahnya. Padahal menurut
informasi yang didapatkan di masyarakatnya bahwa dia si Mahrus Ali itu
sulit sekali ditemuinya terutama dengan orang yang tidak sepaham
dengannya. Bahkan, ibu kandungnya sendiri ketika sakit keras, dia
(Mahrus Ali) tidak mau menemuinya dengan alasan tidak sepaham dengannya.
Tim Sarkub bersilaturahim ke rumah H. Mahmud
Dalam silaturrahim itu, Tim Sarkub
sempat berdialog langsung dengan Mahrus Ali dan alhamdulillah Tim
Sarkub berhasil membongkar kebohongan dan kebusukan Mahrus Ali yang
menganut paham Wahhabi beserta penerbit buku-buku karangannya, yang
telah menghina dan melecehkan salah satu ormas Islam ahlussunnah
terbesar di dunia yakni NU. Dengan demikian, mereka sudah sepantasnya
diseret ke pengadilan untuk diadili dan mendapatkan hukuman yang
setimpal sesuai dengan perbuatan mereka.
Tim Sarkub sempat mengambil foto secara
rahasia lewat handphone untuk dijadikan sebagai data dan bukti yang
valid. Karena, H. Mahrus Ali tidak mau difoto dan menghukumi haram
masalah foto. Begitupula, Tim Sarkub sempat berdialog dan mengajukan
beberapa pertanyaan kepada Mahrus Ali termasuk masalah penggunaan
istilah “Mantan Kyai NU” di setiap buku karangannya. Ternyata dalam
jawaban Mahrus Ali penggunaan istilah “Mantan Kiai NU” itu bukanlah dari
kemauan H. Mahrus Ali (Wahhabi tulen) sendiri, tetapi istilah itu
merupakan keinginan dan hasil rekayasa dari penerbit “Laa Tasyuk” yang
menerbitkan buku-buku karangannya dengan tujuan agar buku-buku tersebut
best seller di pasaran. Buku-buku tersebut pada hakikatnya merupakan
suatu pelecehan dan penghinaan terhadap eksistensi NU baik di forum
nasional maupun internasional. Dengan demikian, Tim Sarkub meminta
langsung kepada Mahrus Ali dengan sejujurnya untuk membuat pernyataan
mengenai istilah “Mantan Kyai NU” yang merupakan bukan pilihannya
sendiri sebagai suatu klarifikasi agar tidak menjadi fitnah
berkepanjangan di kemudian hari.
KH. Thobary Syadzili dan Mahrus Ali
Inilah surat pernyataan Mahrus Ali yang
sejujurnya dihadapan al-Mukarrom KH. Muhammad Thobary Syadzily
al-Bantani, Pengasuh Pondok Pesantren Al Husna Tangerang Banten. Dalam
surat tersebut Mahrus Ali mengatakan bahwa penggunaan istilah “Mantan
Kiai NU” bukan berasal dari dia sendiri. Tetapi itu merupakan pilihan
dari pihak penerbit “Laa Tasyuk” yang terlalu dipaksakan demi untuk
mengeruk keuntungan pribadi lewat buku-buku tulisan Mahrus Ali yang
diterbitkannya. Untuk lebih jelasnya lagi kami salin kembali surat
pernyataan Mahrus Ali di bawah ini:
“MANTAN KYAI NU BUKAN PILIHAN SAYA DAN SAYA SUDAH BILANGKAN KEPADA WARTAWAN AULA, SAYA MINTA AGAR DIGANTI TAPI SAYA TIDAK MAMPU”
TGL 15 DZULHIJJAH 1431 H
WASSALAM
MAHRUS
Scan surat pernyataan asli Mahrus Ali
Jadi, dalam hal ini penerbit “Laa
Tasyuk” bersalah secara hukum. Begitupula dengan Mahrus Ali. Oleh karena
itu, pihak NU harus menuntut dan menyeret mereka ke pengadilan demi
tegaknya hukum di Indonesia. Kalau dibiarkan saja, pasti fitnah yang
ditimbulkan oleh penerbit “Laa Tasyuk” dan Mahrus Ali akan semakin
berkobar saja dan dapat mengancam kewibawaan NU, bahkan bisa merugikan
bangsa Indonesia. Dengan demikian, Mahrus Ali dan penerbt “Laa Tasyuk”
ini merupakan manusia-manusia pembohong besar. Pernah dia diundang debat
terbuka di UIN Sunan Ampel di Surabaya Jawa Timur untuk
mempertanggung-jawabkan buku karangannya yang menghina NU dan tidak
ilmiah itu, tetapi Mahrus Ali tidak hadir dengan bermacam-macam alasan.
Dengan ketidakhadirannya itu, takut
ketahuan belangnya kali ya konspirasi politik Wahhabi ini?. Awas dan
hati-hati dengan fitnah dan kebohongan Mahrus Ali. Sekarang Mahrus Ali
sedang dilanda ketakutan karena merasa bersalah. Dia juga suka nongkrong
di warung kopi di depan balai desa di dekat rumahnya di desa Tambak
Sumur RT 01 / RW 01 Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Itupun beraninya kalau keadaannya sedang sepi. Hidupnya pun semakin
susah saja bahkan sudah terasing dari masyarakatnya. Mahrus Ali itu
ibarat cacing tanah kepanasan yang menjadi cemoohan masyarakat sampai ke
anak-anak kecil.

- Inilah Warjok alias Warung Pojok, tempat
nongkrongnya Mahrus Ali minum kopi di depan Balai Desa Tambakwaru
Sidoarjo Jatim. Itupun dia lakukan kalau kondisinya sedang sepi karena
kalau pas ramai dia sangat ketakutan sekali.
Adapun mengenai tulisan-tulisan Mahrus
Ali di setiap buku karangannya, semuanya itu berisikan pengkajian dan
pembahasan yang tidak ilmiah dan mengandung ketidakbenaran, karena tidak
disertai dengan dalil-dalil yang kuat dan penjelasan-penjelasan yang
ilmiah secara keilmuan. Hanya saja dalil-dalil yang diambil oleh Mahrus
Ali baik dari al-Qur’an maupun Hadits Nabi hanyalah merupakan hasil
terjemahan secara tekstual atau letter leg saja sehingga sama sekali
tidak mengenai sasaran yang tepat. Bahkan dalam mengartikan ayat-ayat
suci al-Quran yang ada asbabun nuzulnya, dia itu sangat anti sekali
dengan asbabun nuzul (sebab-sebab diturunkannya ayat-ayat suci
al-Qur’an). Karena, menurut Mahrus Ali asbabun nuzul itu dipenuhi dengan
sanad-sanad (sandaran-sandaran hukum) yang dhaif atau lemah. Selain itu
Mahrus Ali sangat anti sekali terhadap kitab-kitab karangan Imam
Syafi’i. Dia hanya menggunakan tafsir yang dilakukan oleh sahabat Nabi
SAW. Dengan demikian, pengkajian al-Qur’an yang dilakukan Mahrus Ali
merupakan suatu kekeliruan dan penyimpangan yang besar, karena tidak
berdasarkan ilmu tafsir al-Qur’an dari para ulama yang tidak diragukan
lagi mengenai kredibilitas keilmuan mereka. Padahal, ilmu tafsir
al-Qur’an itu sangat penting sekali dalam memecahkan setiap permasalah
hidup (problem solving) terutama yang berkaitan dengan ayat-ayat mutasyabbihat dan ayat-ayat kauniyah.
Selain itu, Mahrus Ali menganggap bahwa
ilmu hisab itu bid’ah dholalah dan yang paling benar hanyalah ilmu
rukyat semata dalam penentuan awal bulan Qamariyah seperti awal
Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah. Bahkan Mahrus Ali menyalahkan NU,
Muhammadiyah, PERSIS dan ormas-ormas Islam lainnya. Dalam masalah
jatuhnya waktu wukuf di Padang Arafah dan masalah jatuhnya hari puasa
Arafah di Indonesia juga dia mengikuti keputusan pemerintah Saudi
Arabia. Alasannya pemerintah Saudi Arabia itu menggunakan rukyat dan
rukyatnya didukung dengan teropong-teropong yang canggih dari Maroko.
Kata saya kepadanya: “Bagaimana kita
dapat melakukan rukyat (melihat hilal) dengan baik dan benar kalau tanpa
didukung dengan data hisab yang akurat?”
Karena, rukyat yang baik itu harus
dilakukan hisab terlebih dahulu, dengan kata lain “الرؤية بعد الحساب”.
Rukyat tanpa data hisab yang akurat sudah barang tentu akan terjadi
kesalahan dalam merukyat. Dikarenakan, untuk mengetahui posisi dan
ketinggian hilal itu harus menggunakan ilmu hisab. Begitupula lamanya
hilal di atas atau di bawah ufuk itu hanya bisa diketahui dengan ilmu
hisab, yaitu lamanya hanya sekitar beberapa menit atau detik saja
tergantung ketinggian hilalnya.
Salah seorang dari Tim Sarkub, KH.
Thobary Syadzily (Pengasuh Pondok Pesantren Al Husna Tangerang Banten)
berkata kepada Mahrus Ali: “Ilmu hisab itu ibarat alamat lengkap
seseorang Pak. Sedangkan, rukyat itu ibarat rumah seseorang. Bagaimana
kita bisa menemukan rumah seseorang kalau tanpa adanya alamat yang
jelas. Coba Bapak pikirkan baik-baik !. Saya ini datang dari jauh dan
ingin ke rumah Bapak. Apakah Saya akan menemukan rumah Bapak kalau Saya
tidak mempunyai alamat rumah Bapak yang jelas?”.
Jawab Mahrus Ali: “Oh iya ya pasti sampeyan tidak bisa menemukan alamat rumah Saya!”.
Itulah penjelasan KH. Thobary Syadzily kepada Mahrus Ali dan dia (Mahrus Ali) pun mengakuinya secara jujur.
Kemudian KH. Thobary bertanya lagi kepada dia: “Ngomong-ngomong ! Apakah Bapak bisa tidak ilmu hisab?.”
Jawab dia: “Saya tidak bisa sama sekali ilmu hisab.“
“Mengapa bapak menulis ilmu hisab di
buku karangan Bapak yang berjudul “Amaliyah Sesat di Bulan Ramadhan?. ”
tanya KH. Thobary lagi. “Bahkan bapak mencela NU dan Muhammdiyah serta
Kementrian Agama Republik Indonesia?. “
Jawab Mahrus Ali: “Oh itu Saya ambil dari internet saja. “
Kata KH. Thobary: “Memangnya Bapak punya internet?.”
“Ya, Saya punya.”, jawab Mahrus Ali.
Foto Mahrus Ali
Itulah pengakuan sejujurnya Mahrus Ali
kepada KH. Thobary Syadzily. Karena, mereka berusaha meyakinkan dan
memeluruskan pemahaman dia si Mahrus Ali yang salah dan keliru itu
tentang ilmu hisab. Walhasil Mahrus Ali itu tidak faham sama sekali
tentang ilmu hisab dan rukyat. Ternyata tulisan dia (Mahrus Ali) tentang
hisab itu hanyalah merupakan copy paste dari internet alias Google saja.
Adapun dalam masalah penentuan awal
Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah di Indonesia, Mahrus Ali menyerahkan
sepenuhnya kepada NU. Dari sini kita fahami bahwa Mahrus Ali tidak
konsisten dengan pendiriannya semula, padahal secara keilmuan NU itu
menggunakan perpaduan antara Hisab dan Rukyat. Tapi, mengapa dia (Mahrus
Ali) menganggap ilmu hisab itu bid’ah (maksudnya bid’ah dholalah atau
sesat)?.
Bukan hanya itu saja, Mahrus Ali pun
sama sekali tidak paham tentang ilmu mantiq (logics). Bagaimana dia bisa
memahami isi al-Qur’an dan Hadits kalau dia (Mahrus Ali) tidak paham
tentang ilmu itu?. Sedangkan, ilmu mantiq merupakan salah satu pendukung
untuk membongkar rahasia al-Qur’an dan Hadits. Begitupula ketika
ditanya tentang ilmu tauhid pun pemahamannya sangat dangkal sekali,
sehingga apa yang dia (Mahrus Ali) pahami dalam masalah ilmu tauhid
tidak sesuai dengan pemahaman aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Dengan
demikian, pemahaman keilmuan Mahrus Ali benar-benar sangat diragukan
tentang kebenarannya karena tidak sesuai denagn fakta-fakta keilmuan
yang berlaku di dalam ajaran agama Islam. Itulah ajaran Wahhabi yang
dianut oleh Mahrus Ali untuk menyesatkan ummat Islam di Indonesia.
Memang Mahrus Ali itu otaknya sudah dicuci oleh Wahhabi ketika dia
belajar dahulu di Saudi Arabia selama 8 tahun.

- Salah satu buku karangan Mahrus Ali yang
ternyata sumbernya cuman diambil dari internet saja alias Syeikh Google
al-Interniti atau Ustadz Yahoo al-Onlini
Jadi, peringatan bagi seluruh umat Islam
di Indonesia khususnya agar jangan sampai terprovokasi atau terpengaruh
dengan keberadaan buku tersebut di atas dan buku-buku karangan Mahrus
Ali lainnya yang penuh dengan kebohongan dan hasil rekayasa dari
Wahhabi. Dengan kata lain, buku-buku itu hanyalah sebagai penyambung
lidah Wahhabi (termasuk penerbit buku “LAA TASYUK” yang beralammat di
Jln. Pengirian No. 82 Surabaya Jawa Timur dan oknum-oknum yang berada di
belakangnya) saja yang bertujuan untuk mengadu domba antara NU,
Muhammadiyah, Persis dan ormas-ormas Islam lainnya dan memperdaya ummat
Islam di Indonesia khususnya para warga Nahdhiyyin. Itulah gaya politik
Wahhabi yang murahan dan rendahan yang selalu ditampilkan dalam
dakwahnya.
Cirinya: Wahhabi itu sangat licik dan
suka memecah belah ummat Islam saja. Cara berpikirnya pun sangat dangkal
sekali dan sangat egoistis alias ingin menang sendiri saja serta suka
usilan terhadap urusan ibadah orang lain yang tidak sepaham dengannya
dengan mengecam sesat, musyrik dan murtad. Dalam hal ini Wahhabi
bukannya memajukan ummat Islam di bidang sains dan teknologi, justru
sebaliknya hanya membuat ummat Islam semakin terperangkap saja dalam
jurang kebodohan, sehingga sikapnya itu bisa menjadikan Indonesia
sebagai negara yang tidak bermartabat dan tidak bermoral baik di forum
nasional maupun internasional.
Pengarang buku ini (Mahrus Ali)
sebenarnya bukan mantan kyai NU, apalagi pernah menjadi anggota atau
menjabat di NU. Dia si Mahrus Ali itu orang kampung biasa yang keadaan
hidupnya sangat sederhana sekali dan tidak punya kekuatan sedikitpun di
masyarakatnya. Oleh karena itu, penerbit “Laa Tasyuk” memanfa’atkan dia
(Mahrus Ali) untuk dijadikan sebagai tumbal politik ekonominya.
Kalau melihat tampang muka dan tata cara
shalatnya beserta jama’ahnya, pasti semua orang menilai bahwa aliran
yang dianutnya sangat menyesatkan ummat Islam. Coba saja lihat di sini
foto-foto profil aslinya beserta jama’ahnya. Ini benar-benar merupakan
foto-foto asli dan bukan hasil rekayasa:
Khutbah Jum'at ala Mahrus Ali di rumahnya sendiri dengan sedikit pengikutnya
Sujud di atas tanah dan memakai sandal ketika sholat Jum’at bertempat di rumah Mahrus Ali
Mahrus Ali bersama pengikutnya di rumahnya usai shalat Jum'at
Shalat pakai sandal di atas tanah dan tidak mau shalat di atas keramik atau ubin
Pengikut Mahrus Ali sedang sujud di atas tanah pakai sandal
Shalat pakai sandal jepit di rumahnya Mahrus Ali
Pengikut Mahrus Ali terekam oleh salah satu stasiun TV swasta di Indonesia ketika shalat 'Id
Pengikut Mahrus Ali sedang shalat 'Id di atas tanah
Tulisan di atas ini semata-mata sebagai
nasehat agar kita tidak mudah menerima (menelan) informasi yang datang
kepada kita tanpa mengecek atau meneliti informasi tersebut. Dan Tim
Sarkub telah berhasil menginvestigasi langsung H. Mahrus Ali yang
meresahkan ummat itu. Maka sangatlah mengherankan dengan sikap sebagian
kalangan yang tidak pernah mau mengambil hikmah dan pelajaran dari
fenomena kebohongan yang mengatas namakan ulama seperti kasus di atas,
yaitu seorang H. Mahrus Ali yang mengaku sebagai mantan Kiyai NU dengan
tujuan memojokkan NU.
Berikut ini salah satu kutipan yang
jelas-jelas bohong, yang berasal dari penulis buku “Menggugat Tahlilan”
dan mengatas namakan pengarang kitab I’anath Thalibin,
Didalam buku yang berjudul “Membongkar Kesesatan Tahlilan”, hal. 31, disana dituliskan :
“Dan di antara bid’ah munkaroh yang
sangat dibenci adalah apa yang dilakukan orang di hari ketujuh dan di
hari ke-40-nya. semua itu haram hukumnya” (lihat buku Membongkar
Kesesatan Tahlilan, hal. 31).
Penulis buku tersebut mengutip kalimat
tersebut dari kitab I’anatuth Thalibin, yang mana kalimatnya telah di
gunting/dipotong atau belum tuntas dan ini yang dijadikan rujukan oleh
remaja korban internet. Kutipan diatas juga tercantum dalam buku “Mantan
Kiai NU Menggugat Tahlilan”, isinya sebagai berikut :
“Di antara bid’ah munkarat yang tidak
disukai ialah perkara yang sangat biasa diamalkan oleh individu dalam
majelis untuk menyampaikan rasa duka cita (kenduri arwah), berkumpul dan
membuat jamuan majelis untuk kematian pada hari keempat puluh, bahkan
semua itu adalah haram” (lihat buku Mantan Kiai NU Menggugat Tahlilan,
hal. 69).
Perhatikanlah kutipan kalimat di atas, maka silahkan bandingkan dengan teks asli dari kitab I’anatuth Thalibin:
وفي حاشية
العلامة الجمل على شرح المنهج: ومن البدع المنكرة والمكروه فعلها: ما يفعله
الناس من الوحشة والجمع والاربعين، بل كل ذلك حرام إن كان من مال محجور،
أو من ميت عليه دين، أو يترتب عليه ضرر، أو نحو ذلك
“Dan didalam kitab Hasiyatul
Jamal ‘alaa Syarh al-Minhaj (karangan al-‘Allamah asy-Syekh Sulaiman
al-Jamal); dan sebagian dari bid’ah Munkarah dan Makruh mengerjakannya
yaitu apa yang dilakukan orang daripada berduka cita, berkumpul dan 40
harian, bahkan semua itu haram jika (dibiayai) dari harta yang
terlarang, atau dari (harta) mayyit yang memiliki (tanggungan) hutang
atau (dari harta) yang bisa menimbulkan bahaya atasnya, atau yang lain
sebagainya”
Kalimat yang seharusnya di lanjutkan
tapi di potong begitu saja. Mereka telah menyembunyikan maksud yang
sebenarnya dari ungkapan ulama yang berasal dari kitab aslinya. Mereka
memenggal kalimat secara “seksama” (penipuan yang direncanakan/
kebohongan disengaja, red) demi tercapainya tujuan mereka yaitu melarang
bahkan mengharamkan Tahlilan, seolah-olah tujuan mereka didukung oleh
pendapat Ulama, padahal hanya didukung oleh tipu daya mereka sendiri
yang mengatas namakan ulama. Bukankah hal semacam ini juga termasuk
telah memfitnah Ulama? Ucapan mereka yang katanya menghidupkan sunnah
sangat bertolak belakang dengan prilaku penipuan dan kebohongan yang
mereka lakukan.
Itulah sekilas kebohongan yang dijadikan kebanggaan oleh sebagian da’i-da’i keblinger.
Buku yang membongkar dan mengupas dusta Mahrus Ali yang diterbitkan oleh PCNU Jember
Mengenai Kebohongan dan Kedustaan H.
Mahrus Ali dalam bukunya, bisa anda baca di dalam buku yang telah
diterbitkan oleh Tim Bahtsul Masail PCNU Jember, bukunya berjudul: “MEMBONGKAR KEBOHONGAN BUKU MANTAN KIAI NU MENGGUGAT SHOLAWAT & DZIKIR SYIRIK (H.MAHRUS ALI”
Kita sebagai umat Islam juga perlu
hati-hati dan mewaspadai gerakan dakwah yang dilakukan Wahhabi Salafi
yang suka merubah (tahrif dan tahqiq) kitab-kitab ulama klasik. Ada
sekitar 300 kitab yang telah mengalami perubahan oleh tangan-tangan
jahil Wahhabi Salafi. Diantara kitab-kitab tersebut adalah kitab
al-Ibanah karya al-Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari, Tafsir Ruh al-Ma’ani
karya al-Imam Mahmud al-Alusi, Tafsir al-Kasysyaf karya al-Imam
al-Zamakhsari, Tafsir al-Shawi, Nihayah al-Qaul al-Mufid, Nadzom
al-Jurumiyah, al-Jami’ush Shaghir, al-Washiyah Imam Abu Hanifah, dan
lain sebagainya. Untuk selengkapnya silahkan download file presentasi
Tahrif Kitab Ulama Klasik Yang Dilakukan Wahabi Salafi yang disajikan oleh al-Mukarrom KH. Muhammad Thobary Syadzily al-Bantani, Pengasuh Pondok Pesantren Al Husna Tangerang Banten.
Semoga bermanfaat dan matur NUwun.
Mudah-mudahan Allah SWT memberikan hidayah kepada Mahrus Ali, para
pengikutnya, dan penerbit Laa Tasyuk. Wallahu a’lam bishshowab.