Selamat Datang di Web:

IKATAN PELAJAR NAHDLATUL ULAMA
IKATAN PELAJAR PUTRI NAHDLATUL ULAMA
BULULAWANG-MALANG-JAWA TIMUR

Wednesday, 27 April 2011

PRINSIP PERJUANGAN
IKATAN PELAJAR NAHDLATUL ULAMA
I.  MUKADIMAH
Manusia   adalah   hamba   Allah   (abdullah)   dan   sekaligus   pemimpin (khalifatullah   filardh).   Sebagai   hamba,   kewajibanya   adalah   beribadah, mengabdi   kepada   Allah   SWT,   menjalankan   semua   perintah-Nya   dan menjauhi     segala     larangan-Nya.     Sebagai     khalifah,     tugasnya     adalah meneruskan risalah kenabian, yakni mengelola bumi dan seisinya. Keduanya terkait,   tidak   terpisah,   dan     saling   menunjang.   Mencapai   salah   satunya, dengan mengabaikan yang lain, adalah kemustahilan. Menjadi hamba pasti sekaligus menjadi kholifah. Demikian juga sebaliknya. Keduanya juga terikat oleh konteks kesejarahan yang senantiasa bergeser. Inilah amanah suci setiap insan.

Dalam Al Qur’an ditegaskan, makna manusia sebagai khalifah memiliki dimensi sosial (horizontal), yakni mengenal alam (QS 2:31), memikirkannya (QS 2: 164) dan memanfaatkan alam dan isinya demi kebaikan dan ketinggian derajat manusia sendiri (QS 11:61). Sedangkan fungsi manusia sebagai hamba Allah   memiliki   dimensi   ilahiah   (vertikal),   yaitu   mempertanggungjawabkan segala perbuatan dan ucapan di hadapan Allah SWT.
Risalah ini sudah dimulai sejak dahulu kala, sejak nabi Muhammad saw memperkenalkan perjuangan suci yang mengubah peradaban gelap menuju peradaban  yang tercerahkan. Tugas suci yang mulia ini telah dilaksanakan para   pejuang   dan   para  leluhur  kita,   yang   menjawab   tantangan   zamannya sesuai   dengan   dinamika   zamannya.   Sekarang,   setelah   sekian   lama   risalah tersebut   berjalan,   manusia   dihadapkan   pada  tantangan   baru.   Zaman   telah bergeser. Seiring dengan itu juga terjadi pergeseran tantangan zaman. Tugas untuk   menjawab   tantangan   ini   jelas   bukan   tanggung   jawab   generasi terdahulu, melainkan tugas generasi sekarang.
Tantangan   tersebut   berada   dalam      tingkatan   lokal,   nasional,   dan internasional.   Tantangan   tersebut   mencakup   ranah   keagamaan,   politik, ekonomi, sosial, budaya, hingga pendidikan. Perkembangan sosial yang pesat dalam   berbagai   dataran   tersebut   tidak   identik   dengan   naiknya   derajat peradaban   manusia.   Sebaliknya,   berbagai   ketidakadilan   sosial   semakin menyelimuti   kehidupan   kita.   Karenanya,   perjuangan   keislaman   dalam konteks kebangsaan Indonesia senantiasa bergulir setiap waktu, tidak pernah usai.   Saat   ini,   tantangan   itu   begitu   nyata,   berkesinambungan   dan   meluas.
Sebagai generasi terpelajar yang mewarisi ruh perjuangan panjang di negeri ini,   Ikatan   Pelajar   Nahdlatul   Ulama   (IPNU)  terpanggil   untuk   memberikan yang terbaik bagi tanah air tercinta. Bagi IPNU, hal ini adalah mandat suci dan kehormatan yang diamanahkan oleh Allah SWT.
Cita-cita  perjuangan   dan   tantangan   sosial   tersebut   mendorong   IPNU merumuskan konsepsi ideologis (pandangan hidup yang diyakininya) berupa Prinsip Perjuangan IPNU sebagai landasan berfikir, bertindak, berperilaku, dan berorganisasi. Prinsip Perjuangan IPNU adalah perwujudan dari tugas profetik (kenabian) dalam konteks IPNU.
II. LANDASAN HISTORIS
1.  Kondisi IPNU Fase Pendirian dan Dinamika Perubahan
Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama yang lahir pada tanggal 24 Februari 1954 M, bertepatan dengan 20 Jumadil Akhir 1373 H, hingga menjelang kongres   XI   tahun   1988   mempunyai   kepanjangan   “Ikatan   Pelajar Nahdlatul Ulama". Sesuai dengan namanya, maka dalam rentang waktu tersebut,   program   IPNU   terforkus   pada   pembinaan   pelajar-pelajar   NU yang masih muda dan duduk di bangku sekolah. Basis IPNU berada di lingkungan sekolah milik NU.
Waktu terus bergulir, pemerintah Orde Baru melalui UU No. 8 tahun 1985   melakukan   kebijakan   “depolitisasi   pelajar”.   Kebijakan   yang mengatur organisasi kemasyarakatan  itu di antaranya  melarang  adanya organisasi pelajar kecuali OSIS. Karena tekanan represif pemerintah itu akhirnya IPNU pada Kongres X di Jombang merubah kepanjangan IPNU menjadi   “Ikatan   Putra   Nahdlatul   Ulama”.   Hal   ini   dilakukan   sebagai respons atas rangkaian konteks historis agar IPNU tetap  survive  dalam menghadapi   dampak   represif   rezim   otoriter.  Dengan   perubahan   nama tersebut,   maka   perubahan   dalam   berbagai   sektor   pun   tidak   dapat dielakkan.   Pembinaan   IPNU   tidak   lagi   hanya   terbatas   pada   warga   NU yang berstatus pelajar, melainkan mencakup semua putra NU.
2.  Kondisi  IPNU Sebelum Khittah
IPNU merupakan ujung tombak kaderisasi Nahdlatul Ulama. Namun kenyataan   tak   selalu   sesuai   harapan.   Keperkasaan   IPNU   sebagai   kader pelajar   NU   dari   berbagai   disiplin   ilmu   pada   akhirnya   tidak   dapat dipertahankan,   sehingga   berbagai     program   yang   telah   digariskan   oleh garis perjuangan dan strategi organisasi gagal diterapkan secara tuntas. Hal ini terjadi karena berbagai persoalan mendasar, sehingga kader-kader NU   yang   sangat   besar   jumlahnya   harus   gugur   perlahan   tanpa   sempat berkembang dan mewujudkan kemampuan yang dimilikinya. Salah satu akar  dari kondisi  tersebut, selain   kondisi  dari dalam  tubuh  IPNU yang belum memiliki istem yang kuat, terkait erat dengan organisasi induknya NU, yang pada saat itu terbawa arus politik. Arus politik yang begitu besar menyebabkan perhatian dan penguatan terhadap umat menjadi melemah dan   terbengkalai.   Sistuasi   inilah   yang   membuat   iklim   tidak   sehat   bagi organisasi, sehingga banyak yang jera terhadapnya. Pada sisi lain, tekanan politik   terhadap   NU   memaksa   kader   IPNU   harus   memakai   baju   dan simbol lain dalam pergaulannya di masyarakat.
3.  Kondisi  IPNU Setelah Khittah
Perkembangan  IPNU pasca-Khittah  NU 1926 dan Kongres Jombang sangat   menggembirakan.   Khittah   NU   telah   menciptakan   iklim   yang mendukung     bagi     pengembangan     organisasi     dan     pemberdayaan masyarakat. Hal ini ditandai dengan semaraknya kegiatan NU dan badan-badan   otonomnya,   termasuk   IPNU.   Usaha   memperteguh   organisasi, pengetahuan,   dan   pandangan   hidup,   dilakukan   terus   menerus   untuk meningkatkan  mutu  organisasi. Sebagai  badan  otonom NU, IPNU aktif melakukan   kegiatan-kegiatan     antara   lain   penataan   kembali   perangkat-perangkat   yang   menunjang   organisasi,   kaderisasi,   dan   pengembanganrintisan   kerja   sama   dengan   berbagai   pihak.   Namun   demikian,   disadari hal-hal tersebut belum tercapai dengan sempurna.
4.  Kondisi IPNU era Reformasi
Reformasi   yang   bergulir   sejak   1998   telah   memunculkan   kesadaran baru.   IPNU   dituntut   melangkah   lebih   cepat   di   tengah   arus   perubahan yang tidak menentu, di tengah iklim pragmatisme sesaat dalam berpolitik, dan   kebebasan   yang   tak   terkendali.   Pada   era   ini   muncul   kesadaran bersama   untuk   mengembalikan   IPNU   pada   garis   kelahirannya,   yaitu kembali   ke   basis   pelajar.   Kesadaran   ini   tertuang   dalam   Deklarasi Makassar   pada   kongres   IPNU   XIII   di   Makassar.   Untuk   meneguhkan kesadaran tersebut, Kongres IPNU XIV di Sukolilo Surabaya telah berhasil mengubah IPNU menjadi “Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama”.
Keputusan tersebut dianggap menjadi pilihan yang terbaik di tengah perubahan dan kompleksitas tantangan yang dihadapi Nahdlatul Ulama. Sebab pelajar adalah segmen penting yang harus dibina dan diapresiasi, karena komponen inilah yang sejatinya menjadi aset masa depan. Pelajar NU   sebagai   kekuatan   masa   depan   pada   waktu-waktu   lalu   kurang mendapat perhatian yang optimal oleh Nahdlatul Ulama. Oleh karena itu saat ini IPNU dibutuhkan sebagai organisasi yang secara intensif menjadi wadah pemberdayaan pelajar NU.
Landasan kesejarahan di atas menjadi titik pijak yang sangat penting bagi   IPNU   untuk   melakukan   kerja-kerja   struktural   dan   kulturalnya. Semakin   banyak   tantangan   yang   dihadapi   mestilah   semakin   matang bangunan paradigma organisasinya. Berdasarkan lanskap historis di atas dan kebutuhan penguatan ideologi dan paradigma gerakan IPNU, maka dirasa mendesak adanya suatu rumusan Prinsip Perjuangan IPNU yang menjadi pijakan paradigmatik IPNU.
II. LANDASAN BERFIKIR
Sebagaimana ditetapkan dalam khittah 1926, Aswaja (Ahlussunnah wal jamaah) adalah cara berfikir, bersikap, dan bertindak bagi warga Nahdliyin. Sikap dasar itu yang menjadi watak IPNU, dengan watak keislamannya yang mendalam dan dengan citra keindonesiaannya yang matang.
Cara   Berfikir.   Cara   berfikir   menurut   IPNU   sebagai   manifestasi ahlussunah   wal   jama’ah  adalah   cara   berfikir   teratur   dan   runtut   dengan memadukan antara dalil naqli (yang berdasar al-Qur’an dan Hadits) dengan dalil   aqli  (yang   berbasis   pada   akal   budi)   dan  dalil   waqi’i  (yang   berbasis pengalaman).   Karena   itu,   disini   IPNU   menolak   cara   berpikir   yang berlandaskan   pada   akal   budi   semata,   sebagaimana   yang   dikembangkan kelompok   pemikir   bebas   (liberal   thinkers)   dan   kebenaran   mutlak   ilmu pengetahuan   dan   pengalaman   sebagaimana   yang   dikembangkan   kelompok pemikir   materialistis   (paham   kebendaan).   Demikian   juga   IPNU   menolak pemahaman   dzahir   (lahir)   dan   kelompok   tekstual   (literal),   karena   tidak memungkinkan memahami agama dan kenyataan sosial secara mendalam.
Cara   Bersikap.  IPNU  memandang   dunia   sebagai   kenyataan   yang beragam. Karena itu keberagaman diterima sebagai kenyataan. Namun juga bersikap aktif yakni menjaga dan mempertahankan kemajemukan tersebut agar harmonis (selaras), saling mengenal (lita’arofu) dan memperkaya secara budaya.   Sikap   moderat   (selalu   mengambil   jalan   tengah)   dan   menghargai perbedaan   menjadi   semangat   utama   dalam   mengelola   kemajemukan tersebut.   Dengan   demikian   IPNU   juga   menolak   semua   sikap   yang mengganggu keanekaragaman atau keberagaman budaya tersebut. Pluralitas, dalam pandangan IPNU harus diterima sebagai kenyataan sejarah.
Cara Bertindak. Dalam bertindak, Aswaja mengakui adanya kehendak Allah (taqdir) tetapi Aswaja juga mengakui bahwa Allah telah mengkaruniai manusia   pikiran   dan   kehendak.   Karena   itu   dalam   bertindak,   IPNU   tidak bersikap   menerima   begitu   saja   dan   menyerah   kepada   nasib   dalam menghadapi kehendak Allah, tetapi berusaha untuk mencapai taqdir Allah dengan istilah  kasab  (usaha). Namun demikian, tidak harus berarti bersifat antroposentris (mendewakan manusia), bahwa manusia bebas berkehendak. Tindakan  manusia tidak perlu dibatasi dengan ketat, karena akan  dibatasi oleh alam, oleh sejarah. Sementara Allah tidak dibatasi oleh faktor-faktor itu.
Dengan demikian  IPNU tidak memilih menjadi sekuler, melainkan  sebuah proses   pergerakan   iman   yang   mengejawantah   dalam   seluruh   aspek kehidupan.
III. LANDASAN BERSIKAP
Semua   kader   IPNU   dalam   menjalankan   kegiatan   pribadi   dan berorganisasi   harus   tetap   memegang   teguh   nilai-nilai   yang   diusung   dari norma   dasar   keagamaan   Islam   ala  ahlussunnah   wal   jama’ah  dan   norma yang   bersumber   dari   masyarakat.   Landasan   nilai   ini   diharapkan   dapat membentuk watak diri seorang kader IPNU.
Nilai-nilai tersebut adalah:
1.  Diniyyah/Keagamaan
a.      Tauhid (al-tauhid) merupakan keyakinan yang kokoh terhadap Allah    SWT. sebagai sumber inspirasi berpikir dan bertindak.
b.      Persaudaraan   dan  persatuan  (al-ukhuwwah  wa al-ittihad)  dengan mengedepankan sikap mengasihi (welas asih) sesama makhluk.
c.       Keluhuran moral (al-akhlaq al-karimah) dengan menjunjung tinggi kebenaran   dan   kejujuran   (al-shidqu).   Bentuk   kebenaran   dan kejujuran yang dipahami: (1) Al-shidqu il Allah.  Sebagai pribadi yang beriman   selalu     melandasi   diri   dengan   perilaku   benar   dan   jujur, karena setiap tindakan  senantiasa dilihat Sang Khalik; (2) Al-shidqu ila   ummah.   Sebagai   makhluk   sosial   dituntut   memiliki   kesalehan sosial,   jujur   dan   benar   kepada   masyarakat   dengan   senantiasa melakukan   pencerahan  terhadap   masyarakat;   (3)  Al-shidqu  ila  al-nafsi, jujur dan benar kepada diri sendiri merupakan sikap perbaikan diri   dengan   semangat   peningkatan   kualitas   diri;   (4)  Amar   ma'ruf nahy   munkar.   Sikap   untuk   selalu   menyerukan   kebaikan   dan mencegah segala bentuk kemungkaran.
2.  Keilmuan, Prestasi, dan Kepeloporan
a.      Menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan teknologi dengan semangat peningkatan   kualitas   SDM   IPNU   dan   menghargai   para   ahli   dan sumber pengetahuan secara proporsional.
b.      Menjunjung tinggi nilai-nilai amal, kerja dan prestasi sebagai bagian dari ibadah kepada Allah SWT.
c.       Menjunjung tinggi kepeloporan dalam usaha mendorong, memacu, dan mempercepat perkembangan masyarakat.
3.  Sosial Kemasyarakatan
a.      Menjunjung tinggi kebersamaan di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara   dengan   semangat   mendahulukan   kepentingan   publik daripada kepentingan pribadi.
b.      Selalu siap mempelopori setiap perubahan yang membawa manfaat bagi kemaslahatan manusia.
4.  Keikhlasan dan Loyalitas
a.      Menjunjung tinggi keikhlasan dalam berkhidmah dan berjuang.
b.      Menjunjung tinggi kesetiaan (loyalitas) kepada agama, bangsa, dan negara   dengan   melakukan   ikhtiar   perjuangan   di   bawah   naungan IPNU.

IV. LANDASAN BERORGANISASI
1. Ukhuwwah
Sebuah gerakan mengandalkan sebuah kebersamaan, karena itu perlu diikat   dengan  ukhuwah  (persaudaraan)   atau   solidaritas   (perasaan   setia kawan)  yang kuat (al urwah al-wutsqo) sebagai perekat gerakan. Adapun gerakan ukhuwah  IPNU meliputi:
a.  Ukhuwwah Nahdliyyah
menjadi prinsip utama sebelum melangkah ke ukhuwah yang lain. Ini bukan untuk memupuk sektarianisme, melainkan sebaliknya sebagai pengokoh   ukhuwah   yang   lain,   sebab   hanya   kaum   nahdiyin   yang mempunyai   sistem   pemahaman   keagamaan   yang   mendalam   dan bercorak sufistik  yang moderat dan selalu menghargai perbedaan serta gigih menjaga kemajemukan budaya, tradisi, kepercayaan dan agama yang ada.
Kader IPNU yang mengabaikan ukhuwah nahdiyah adalah sebuah penyimpangan.   Sebab   ukhuwah   tanpa   dasar   aqidah   yang   kuat   akan mudah pudar karena tanpa dasar dan sering dicurangi dan dibelokkan untuk   kepentingan   pribadi.   Ukhuwah   nahdliyah   berperan   sebagai landasan   ukhuwah   yang   lain.   Karena   ukhuwah   bukanlah   tanggapan yang bersifat serta merta, melainkan sebuah keyakinan, penghayatan, dan   pandangan   yang   utuh   serta   matang   yang   secara   terus   menerus perlu dikuatkan.
b.   Ukhuwwah Islamiyyah
Ukhuwah   Islamiyah   mempunyai   ruang   lingkup   lebih   luas   yang melintasi aliran dan madzhab dalam Islam. Oleh sebab itu ukhuwah ini harus dilandasi dengan kejujuran, cinta kasih, dan rasa saling percaya.
Tanpa   landasan   tersebut   ukhuwah   islamiyah   sering   diselewengkan oleh kelompok tertentu untuk menguasai yang lain. Relasi semacam itu harus ditolak, sehingga harus dikembangkan ukhuwah islamiyah yang jujur dan amanah serta adil.
Ukhuwah   Islamiyah   dijalankan   untuk   kesejahteraan   umat   Islam serta   tidak   diarahkan   untuk   menggangu   ketentraman   agama   atau pihak yang lain. Dengan ukhuwah Islamiyah yang adil itu umat  Islam Indonesia     dan     seluruh     dunia     bisa     saling     mengembangkan, menghormati, melindungi serta membela dari gangguan kelompok lain yang membahayakan keberadaan iman, budaya dan masyarakat Islam secara keseluruhan.
c.   Ukhuwwah Wathaniyyah
Sebagai   organisasi   yang   berwawasan   kebangsaan,   maka   IPNU berkewajiban     untuk     mengembangkan     dan     menjaga     ukhuwah wathoniyah   (solidaritas   nasional).   Dalam   kenyataannya   bangsa   ini tidak hanya terdiri dari berbagai warna kulit, agama dan budaya, tetapi juga mempunyai berbagai pandangan hidup.
IPNU,   yang   lahir   dari   akar   budaya   bangsa   ini,   tidak   pernah mengalami   ketegangan   dengan   konsep   kebangsaan   yang   ada.   Sebab keislaman   IPNU   adalah   bentuk   dari   Islam   Indonesia   (Islam   yang berkembang   dan   melebur   dengan   tradisi   dan   budaya   Indonesia); bukan Islam di Indonesia (Islam yang baru datang dan tidak berakar dalam budaya Indonesia).
Karena itulah IPNU berkewajiban turut mengembangkan ukhuwah wathaniyah   untuk   menjaga   kerukunan   nasional.   Karena   dengan adanya   ukhuwah   wathaniyah   ini   keberadaan   NU,   umat   Islam   dan agama  lain  terjaga.  Bila   seluruh   bagian   bangsa  ini kuat,  maka  akan disegani bangsa lain dan mampu menahan penjajahan –dalam bentuk apapun- dari bangsa lain. Dalam kerangka kepentingan itulah IPNU selalu   gigih   menegakkan   nasionalisme   sebagai   upaya   menjaga keutuhan   dan   menjunjung   tinggi   harkat   dan   martabat   bangsa Indonesia.
d.   Ukhuwwah Basyariyyah
Walaupun   NU   memegang   teguh   prinsip   ukhuwah   nahdliyah, ukhuwah   islamiyah  dan  ukhuwah   wathaniyah,   namun   NU   tidak berpandangan   dan   berukhuwah   sempit.   NU   tetap   menjunjung solidaritas kemanusiaan seluruh dunia  (ukhuwah dualiyah), menolak pemerasan dan penjajahan (imperialisme dan neo-imperialisme) satu bangsa   atas   bangsa   lainnya   karena   hal   itu   mengingkari   martabat kemanusiaan.   Bagi   IPNU,   penciptaan   tata     dunia   yang   adil   tanpa penindasan   dan   peghisapan   merupakan   keniscayaan.   Menggunakan isu kemanusiaan sebagai sarana penjajahan merupakan tindakan yang harus dicegah agar tidak meruntuhkan martabat kemanusiaan.
Ukhuwah basyariyah memandang manusia sebagai manusia, tidak tersekat   oleh   tembok   agama,   warna   kulit   atau   pandangan   hidup; semuanya ada dalam satu persaudaraan dunia. Persaudaran ini tidak bersifat   pasif   (diam   di   tempat),  tetapi   selalu   giat   membuat   inisiatif (berikhtiar)   dan   menciptakan   terobosan   baru   dengan   berusaha menciptakan tata dunia baru yang lebih adil,beradab dan terbebas dari penjajahan dalam bentuk apapun.
2. Amanah
Dalam   kehidupan   yang   serba   bersifat   duniawi   (kebendaan),   sikap amanah mendapat tantangan besar yang harus terus dipertahankan. Sikap amanah   (saling   percaya)   ditumbuhkan   dengan   membangun   kejujuran, baik pada diri sendiri maupun pihak lain. Sikap tidak jujur akan menodai prinsip   amanah,   karena   itu   pelakunya   harus   dikenai   sangsi   organisasi secara   tegas.   Amanah   sebagai   ruh   gerakan   harus   terus   dipertahankan, dibiasakan   dan   diwariskan   secara   turun   temurun   dalam   sikap   dan perilaku sehari-hari.
3. Ibadah (Pengabdian)
Berjuang   dalam   NU   untuk   masyarakat   dan   bangsa   haruslah berangkat dari semangat pengabdian, baik mengabdi pada IPNU, umat, bangsa, dan seluruh umat manusia. Dengan demikian mengabdi di IPNU bukan   untuk   mencari   penghasilan,   pengaruh   atau   jabatan,   melainkan merupakan ibadah yang mulia. Dengan semangat pengabdian itu setiap kader akan gigih dan ikhlas membangun dan memajukan IPNU. Tanpa semangat pengabdian, IPNU hanya dijadikan tempat mencari kehidupan, menjadi   batu   loncatan   untuk   memproleh   kepentingan   pribadi   atau golongan.
Lemahnya   organisasi   dan   ciutnya   gerakan   IPNU   selama   ini  terjadi karena   pudarnya   jiwa   pengabdian   para   pengurusnya.   Pengalaman tersebut   sudah   semestinya   dijadikan   pijakan   untuk   membarui   gerakan organisasi   dengan   memperkokoh   jiwa   pengabdian   para   pengurus   dan kadernya.   Semangat   pengabdian   itulah   yang   pada   gilirannya   akan membuat gerakan dan kerja-kerja peradaban IPNU akan semakin dinamis dan nyata.
4. Asketik (Kesederhanaan)
Sikap amanah dan pengabdian serta idealisme muncul bila seseorang memiliki jiwa asketik (bersikap zuhud/sederhana). Karena pada dasarnya sikap   materialistik   (hubbu   al-dunya)  akan   menggerogoti  sikap   amanahdan   akan   merapuhkan   semangat   pengabdian,   karena   dipenuhi   pamrih duniawi. Maka, sikap zuhud adalah suatu keharusan bagi aktivis IPNU.
Sikap   ini   bukan   berarti   anti   duniawi   atau   anti   kemajuan,   akan   tetapi menempuh hidup sederhana, tahu batas, tahu kepantasan  sebagaimana diajarkan oleh para  salafus sholihin.  Dengan sikap asketik itu keutuhan dan kemurnian perjuangan IPNU akan terjaga, sehingga kekuatan moral yang dimiliki bisa digunakan untuk menata bangsa ini.
5. Non-Kolaborasi
Landasan   berorganisasi   non-kolaborasi   harus   ditegaskan   kembali, mengingat dewasa ini banyak lembaga yang didukung oleh pemodal asing yang menawarkan berbagai jasa dan dana yang tujuannya bukan untuk memandirikan,   melainkan   untuk   menciptakan   ketergantungan   dan pengaburan   terhadap   khittah   serta   prinsip-prinsip   gerakan   NU   secara umum, melalui campur tangan dan pemaksaan ide dan agenda mereka.
Karena itu untuk menjaga kemandirian, maka IPNU harus menolak untuk berkolaborasi (bekerja sama) dengan kekuatan pemodal asing baik secara  akademik,   politik,   maupun   ekonomi.   Selanjutnya   kader-kader   IPNU berkewajiban membangun paradigma (kerangka) keilmuan sendiri, sistem politik   dan   sistem   ekonomi   sendiri   yang   berakar   pada   budaya   sejarah bangsa nusantara sendiri.
6. Komitmen Pada Korp
Untuk   menerapkan   prinsip-prinsip   serta   menggerakkan   roda organisasi,   maka   perlu   adanya   kesetiaan   dan   kekompakan   dalam   korp (himpunan)   organisasi.   Karena   itu   seluruh   anggota   korp   harus   secara bulat   menerima   keyakinan   utama  yang   menjadi   pandangan   hidup   dan seluruh prinsip organisasi. Demikian juga pimpinan, tidak hanya cukupmenerima ideologi dan prinsip pergerakan  semata, tetapi harus menjadi pelopor, teladan dan penggerak prinsip-prinsip tersebut.
Segala   kebijakan   pimpinan   haruslah   mencerminkan   suara   seluruh anggota organisasi. Dengan demikian seluruh anggota korp harus tunduk dan setia pada pimpinan. Dalam menegakkan prinsip dan melaksanakan program,   pimpinan   harus   tegas   memberi   ganjaran   dan   sanksi   pada anggota   korp.   Sebaliknya,   anggota   harus   berani   bersikap   terbuka   dan tegas   pada   pimpinan   dan   berani   menegur   dan   meluruskan   bila   terjadi penyimpangan.
7. Kritik-Otokritik
Untuk   menjaga   keberlangsungan   organisasi   serta   memperlancar jalannya   program,   maka   perlu   adanya   cara   kerja   organisasi.   Untuk mengatasi     kemungkinan     terjadinya     kemandekan     atau     bahkan penyimpangan, maka dibutuhkan kontrol terhadap kinerja dalam bentuk kritik-otokritik   (saling   koreksi   dan   introspeksi   diri).   Kritik-otokritik   ini bukan   dilandasi   semangat   permusuhan   tetapi   dilandasi   semangat persaudaraan dan rasa kasih sayang demi perbaikan dan kemajuan IPNU.
VI. JATI DIRI IPNU
1.  Hakikat dan Fungsi IPNU
a.   Hakikat
IPNU adalah wadah perjuangan pelajar NU untuk menyosialisasikan komitmen   nilai-nilai   keislaman,   kebangsaan,   keilmuan,   kekaderan, dan     keterpelajaran     dalam     upaya     penggalian     dan    pembinaan kemampuan   yang   dimiliki   sumber   daya   anggota,   yang   senantiasa mengamalkan  kerja nyata  demi tegaknya  ajaran   Islam  Ahlussunnah wal jamaah dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
b.   Fungsi
IPNU berfungsi sebagai:
1)      Wadah berhimpun Pelajar NU untuk mencetak kader aqidah.
2)      Wadah berhimpun pelajar NU untuk mencetak kader ilmu.
3)      Wadah berhimpun pelajar NU untuk mencetak kader organisasi.
Kelompok masyarakat yang menjadi sasaran panggilan dan pembinaan (target   kelompok)   IPNU   adalah   setiap   pelajar   bangsa   (siswa   dan santri) yang syarat keanggotaannya ketentuan dalam PD/PRT.
2.  Posisi IPNU
a.   Intern (dalam lingkungan NU)
IPNU sebagai perangkat dan badan otonom NU, secara kelembagaan memiliki   kedudukan   yang   sama   dan   sederajat   dengan   badan-badan otonom lainnya, yaitu memiliki tugas utama melaksanakan kebijakan NU, khususnya yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu.
Masing-masing badan yang berdiri sendiri itu hanya dapat dibedakan dengan   melihat   kelompok   yang   menjadi   sasaran   dan   bidang garapannya masing-masing.
b.  Ekstern (di luar lingkungan NU)
IPNU   adalah   bagian   integral   dari     generasi   muda     Indonesia   yang memiliki   tanggung   jawab   terhadap   kelangsungan   hidup   bangsa   danNegara   Republik   Indonesia   dan   merupakan   bagian   tak   terpisahkan dari   upaya   dan   cita-cita   perjuangan   NU   serta   cita-cita   bangsa Indonesia.
3.  Orientasi  IPNU
Orientasi   IPNU   berpijak   pada   kesemestaan   organisasi   dan   anggotanya untuk   senantiasa   menempatkan   gerakannya   pada   ranah   keterpelajaran dengan   kaidah   “belajar,   berjuang,   dan   bertaqwa,”   yang   bercorak   dasar dengan   wawasan   kebangsaan,   keislaman,   keilmuan,   kekaderan,   dan keterpelajaran.
a.   Wawasan Kebangsaan
Wawasan kebangsaan ialah wawasan yang dijiwai oleh asas kerakyatan yang     dipimpin     oleh     hikmah     kebijaksanaan,     yang     mengakui keberagaman masyarakat, budaya, yang menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan, hakekat dan martabat manusia, yang memiliki tekad dan kepedulian   terhadap   nasib   bangsa   dan   negara   berlandaskan   prinsip keadilan, persamaan, dan demokrasi.
b.   Wawasan Keislaman
Wawasan   keislaman   adalah   wawasan   yang   menempatkan   ajaran agama Islam sebagai sumber nilai dalam menunaikan segala tindakan dan   kerja-kerja   peradaban.   Ajaran   Islam   sebagai   ajaran   yang merahmati   seluruh   alam,   mempunyai   sifat   memperbaiki   dan menyempurnakan   seluruh   nilai-nilai   kemanusiaan.   Oleh   karena   itu, IPNU dalam bermasyarakat bersikap tawashut dan i’tidal, menjunjung tinggi   prinsip   keadilan   dan   kejujuran   di   tengah-tengah   kehidupan masyarakat,   bersikap   membangun   dan   menghindari   sikap  tatharruf (ekstrem,   melaksanakan   kehendak   dengan   menggunakan   kekuasaan dan kezaliman); tasamuh, toleran terhadap perbedaan pendapat, baik dalam   masalah   keagamaan,   kemasyarakatan,   maupun   kebudayaan; tawazun,   seimbang   dan   menjalin   hubungan   antar   manusia   dan Tuhannya, serta manusia dengan lingkungannya;  amar ma’ruf nahy munkar,   memiliki   kecenderungan    untuk   melaksanakan   usaha perbaikan, serta mencegah terjadinya kerusakan harkat kemanusiaan dan   kerusakan   lingkungan,   mandiri,   bebas,   terbuka,   bertanggung jawab dalam berfikir, bersikap, dan bertindak.
c.   Wawasan Keilmuan
Wawasan   keilmuan   adalah   wawasan   yang   menempatkan   ilmu pengetahuan      sebagai   alat      untuk      mengembangkan   kecerdasan anggota   dan   kader.   Sehingga   ilmu   pengetahuan   memungkinkan anggota  untuk  mewujudkan   dirinya sebagai   manusia  seutuhnya  dan tidak   menjadi   beban   sosial   lingkungan.   Dengan   ilmu   pengetahuan, akan memungkinan mencetak kader mandiri, memiliki harga diri, dan kepercayaan   diri   sendiri   dan   dasar   kesadaran   yang   wajar   akan kemampuan   dirinya   dalam   masyarakat   sebagai   anggota   masyarakat yang berguna.
d.  Wawasan Kekaderan
Wawasan   kekaderan   ialah   wawasan   yang   menempatkan   organisasi sebagai   wadah   untuk   membina   anggota,   agar   menjadi   kader–kader yang memiliki komitmen terhadap ideologi dan cita–cita perjuangan organisasi,       bertanggungjawab       dalam       mengembangkan     danmembentengi organisasi, juga diharapkan  dapat membentuk pribadi yang menghayati dan mengamalkan ajaran Islam ala ahlussunnah wal jamaah, memiliki wawasan kebangsaan yang luas dan utuh, memiliki komitmen   terhadap   ilmu   pengetahuan,   serta   memiliki   kemampuan teknis mengembangkan organisasi, kepemimpinan, kemandirian, dan populis.
e.   Wawasan Keterpelajaran
Wawasan keterpelajaran ialah wawasan yang menempatkan organisasi dan anggota pada pemantapan diri sebagai center of excellence (pusat keutamaan)    pemberdayaan   sumberdaya   manusia   terdidik   yang berilmu,   berkeahlian,   dan   mempunyai   pandangan   ke   depan,   yang diikuti  kejelasan   tugas  sucinya,   sekaligus    rencana   yang cermat  dan pelaksanaannya yang berpihak pada kebenaran.
Wawasan   ini   mensyaratkan   watak   organisasi   dan   anggotanya   untuk senantiasa   memiliki   hasrat   ingin   tahu   dan   belajar   terus   menerus; mencintai   masyarakat   belajar;   mempertajam   kemampuan   mengurai dan   menyelidik   persoalan;   kemampuan   menyelaraskan   berbagai pemikiran   agar   dapat   membaca   kenyataan   yang   sesungguhnya; terbuka   menerima   perubahan,   pandangan   dan   cara-cara   baru; menjunjung   tinggi   nilai,   norma,   kaidah   dan   tradisi   serta   sejarah keilmuan; dan berpandangan ke masa depan.
VII. ORIENTASI AKSI
Berdasarkan   landasan-landasan   di   atas,   IPNU   dan   para   kadernya menunaikan   aksi   sebagai   mandat   sejarah   dengan   berorientasi   pada semangat trilogi gerakan, yaitu Belajar, Berjuang dan Bertaqwa.
A. Belajar
IPNU  merupakan  wadah bagi semua kader dan anggota untuk belajar dan melakukan proses pembelajaran secara berkesinambungan. Dimensi belajar merupakan salah satu perwujudan proses kaderisasi.
B.  Berjuang
IPNU   merupakan  medan   juang   bagi   semua   kader  dan   anggota   untuk mendedikasikan   diri   bagi   ikhtiar   pewujudan   kemaslahatan   umat manusia. Perjuangan yang dilakukan adalah perwujudan mandat sosial yang diembannya.
C.  Bertaqwa
Sebagai   organisasi   kader   yang   berbasis   pada   komitmen   keagamaan, semua   gerak   dan   langkahnya   diorientasikan   sebagai   ibadah.   Semua dilakukan dalam kerangka taqwa kepada Allah SWT.

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | free samples without surveys