Saturday, 29 December 2012
KH. Ridwan Abdullah, Pencipta Lambang NU
NU debat dengan HTI
Membangun Kesalehan Individual, Atau Perbaikan Sistem Pemerintahan?
Pagi
itu, Ahad tanggal 12 April 2009, jam dinding menunjukkan pukul 9.00.
Suasana di Pondok Pesantren Syaikhona Kholil, Demangan Bangkalan sangat
cerah. Tampak para santri mengerjakan aktifitasnya masing-masing, ada
yang masuk sekolah dan ada yang berjalan ke sana ke mari. Sementara di
ruangan Aula Pertemuan, sekitar 250 santri senior dan Mahasiswa STIT
Syaikhona Kholil, telah menunggu acara yang akan segera digelar. Yaitu
dialog terbuka antara Ustadz Muhammad Idrus Ramli, Sekretaris LBM NU
Jember, dengan Ustadz Hisyam Hidayat, Ketua Pengurus HTI Jawa Timur yang
tinggal di Ketintang Surabaya.Acara yang sebenarnya membawa tema, “KEMAJUAN DAN DEGRADASI ISLAM DARI MASA KE MASA” itu ternyata berjalan agak panas menjadi ajang perdebatan dan saling serang antara dua tokoh muda Islam tersebut. Sejak awal, sang moderator memang telah menggiring pembicaraan kedua nara sumber tersebut untuk memasuki ranah pemikiran dan ideologi yang menjadi perselisihan antara NU dan HTI.
Sesi pertama, moderator memberikan waktu kepada Hisyam Hidayat untuk memaparkan konsep kemajuan dan kemunduran Islam. Hisyam yang dibekali dengan laptop dan program power point tersebut menawarkan konsep yang sangat jitu dalam memajukan Islam, yaitu membangun kesadaran masyarakat tentang perlunya perbaikan system pemerintahan Islam dengan menegakkan khilafah dan penerapan syariat yang memang hal itu menjadi kewajiban umat Islam.
Pada bagian berikutnya, Ustadz Idrus Ramli memaparkan konsepnya tentang visi dan misi perjuangan para ulama dan kiai. Selama ini gerakan para ulama dan kiai bukan melalui jalur politik, dengan slogan dan misi perbaikan system pemerintahan, tegaknya khilafah dan penerapat syariat. Akan tetapi mereka bergerak dalam jalur dakwah dan pendidikan kemasyarakatan dengan mengajar mereka menunaikan shalat, zakat, puasa dan kewajiban-kewajiban agama yang lainnya dengan sebaik-baiknya. Hal tersebut berangkat dari keyakinan para kiai bahwa, apabila masyarakat telah menjalankan ajaran agamanya dengan benar dan sempurna, maka dengan sendirinya akan terbangun kesalehan individual yang pada akhirnya akan membawa pada kesalehan social. Ketika kesalehan individual telah tercapai, maka dengan sendirinya masyarakat akan menerapkan syariat Islam dengan sempurna. Bukankah dalam al-Qur’an Allah telah berfirman, “Sesungguhnya shalat itu dapat mencegah dari perbuatan keji dan kemungkaran.”
Berkaitan dengan system pemerintahan yang ada di dunia Islam dewasa ini, Idrus Ramli berpendapat, bahwa berdirinya pemerintahan dan penguasa yang sewenang-wenang dan keluar dari jalur syariat Islam, itu tidak terlepas dari kondisi rakyat yang memang jauh dari nilai-nilai agama. Dalam hal ini Allah berfirman, “Demikianlah kami jadikan sebagian orang yang zalim sebagai pemimpin bagi sebagian yang lain akibat perbuatan mereka.” Berdasarkan ayat ini, berdirinya pemerintahan dan penguasa yang zalim itu sebagai akibat dari kezaliman masyarakat itu sendiri baik secara individual maupun social. Apabila mereka menginginkan pemerintahan yang tidak zalim dan bertindak sesuai dengan aturan syariat, maka rakyat harus bertobat kepada Allah dari perbuatan mereka yang zalim. Ketika suatu masyarakat menjalankan perintah agama dengan paripurna, maka Allah akan memberi mereka seorang pemimpin sekaliber Sayidina Abu Bakar dan Umar.
Dan demikian pula sebaliknya, pada sesi berikutnya, moderator memberikan waktu kepada Hisyam Hidayat untuk menanggapi pernyataan Idrus Ramli. Dalam kesempatan tersebut, Hisyam tidak menyia-nyiakan waktunya untuk mengarahkan kritik terhadap pandangan Idrus Ramli. Menurut Hisyam, selama ini kelompok yang anti HTI banyak yang berdalil dengan sejarah. Padahal dalil dalam agama itu al-Qur’an, hadits, ijma’ dan qiyas. Hisyam juga mengkritik pernyataan Idrus Ramli dalam beberapa majalah seperti Majalah Ijtihad Sidogiri beberapa waktu yang lalu, yang mengkritik HT tanpa memiliki sanad. Padahal menurut Abdullah bin al-Mubarak, salah satu ulama salaf, sanad itu termasuk bagian dari agama. Hisyam juga mengkritik Idrus yang tidak bersemangat memperjuangkan khilafah, padahal al-Imam al-Nawawi sendiri dalam beberapa kitabnya menyatakan wajibnya menegakkan khilafah berdasarkan kesepakatan para ulama.
Namuan kritikan-kritikan Hisyam tersebut berhasil dipatahkan dengan cukup baik oleh Idrus Ramli, dan bahkan dijadikan serangan balik yang mematikan terhadap HT. Menurut Idrus Ramli, sejarah memang bukan dalil dalam agama. Tapi bagaimanapun sejarah harus dijadikan pelajaran bagi kita dalam melangkah. Bukankah Nabi SAW telah bersabda, “Janganlah seorang Mukmin terperosok ke dalam jurang yang sama sampai dua kali.” Menurut Idrus Ramli, dalam catatan sejarah, kelompok-kelompok revivalis yang membawa misi perbaikan system pemerintahan sejak awal Islam selalu memiliki akidah yang menyimpang dari mainstream Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Pada masa Sayidina Utsman, kelompok Khawarij melakukan demonstrasi dan akhirnya membunuh Sayidina Utsman dengan kedok misi perbaikan system pemerintahan. Tetapi ternyata mereka membawa akidah yang menyimpang dari ajaran Islam yang murni. Demikian pula pada masa-masa selanjutnya, kelompok-kelompok yang membawa misi serupa selalu dilatarbelakangi akidah yang menyimpang. Tidak terkecuali Hizbut Tahrir dewasa ini, yang dalam dalam bagian awal kitab al-Syakhshiyyat al-Islamiyyah, karya Taqiyuddin al-Nabhani, pendiri HT, banyak yang menyimpang dari ajaran Islam.
Terkait dengan pernyataan Hisyam, bahwa beberapa kritikan Idrus dalam Majalah Ijtihad Sidogiri, yang tidak memiliki sanad, Idrus menjawab, bahwa sanad dalam kritikan tersebut adalah beberapa guru Idrus dari Lebanon yang bertetangga dengan al-Nabhani, pendiri HT. disamping kitab-kitab al-Nabhani sendiri yang memang terang-terangan banyak yang menyimpang dari mainstream Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Justru yang perlu dipertanyakan sanadnya adalah pandangan-pandangan al-Nabhani sendiri dalam al-Syakhshiyyat al-Islamiyyah dan lain-lain yang menyimpang tersebut. Seperti pernyataan al-Nabhani bahwa konsep qadha’ dan qadar Ahlussunnah Wal-Jama’ah diadopsi dari para filosof Yunani.
Menurut Idrus, pernyataan al-Nabhani tersebut sama-sekali tidak benar dan sangat dibuat-buat. Karena para ulama yang menulis kitab-kitab akidah mereka seperti al-Imam al-Baihaqi dalam kitab al-I’tiqad, ketika menguraikan masalah qadha’ dan qadar justru dasarnya dari al-Qur’an dan hadits semua. Para ulama tidak pernah menjelaskan konsep qadha’ dan qadar dengan mengutip pernyataan Aristoteles, Plato dan lain-lain dari para filosof Yunani. “Jadi, pernyataan al-Nabhani bohong belaka dan tidak punya sanad”, demikian kata Idrus dengan nada tinggi.
Sedangkan pernyataan Hisyam yang mengutip pernyataan al-Imam al-Nawawi dalam kitab Raudhat al-Thalibin, tentang wajibnya menegakkan khilafah, menurut Idrus itu kalau kaum Muslimin memang mampu melakukannya. “Sekarang kaum Muslimin tidak mampu melakukannya, sehingga dengan sendirinya kewajiban tersebut gugur bagi mereka”, demikian menurut alumni Sidogiri tersebut. Menurut Idrus, orang-orang HTI banyak yang tidak memahami maksud para ulama dalam bab khilafah, bahwa hal tersebut sebenarnya diletakkan dalam kerangka yang idealistik. Kalau kriteria khalifah yang terdapat dalam kitab-kitab fiqih terpaksa kita terapkan sekarang, toh kaum Muslimin tetap tidak mungkin dapat melakukannya. Karena persyaratan khalifah itu harus seorang laki-laki Muslim, yang adil dan mujtahid dalam bidang hukum-hukum agama. “Dan ini sekarang tidak ada, meskipun di Negara-negara Arab sendiri,” demikian katanya.
Dalam acara tersebut, Ustadz Idrus Ramli juga memberikan masukan terhadap Ustadz Hisyam Hidayat terkait dengan buletin mingguan Al-Islam, yang diterbitkan oleh HT. Dalam buletin tersebut, HT selalu mengkait-kaitkan penyelesaian problem yang dihadapi umat Islam dengan khilafah. Menurut Idrus, hal tersebut sangat tidak mendidik terhadap masyarakat. “Bagi orang yang melek sejarah, hal tersebut akan disalahkan. Karena khilafah dapat menjadi solusi bagi segala problem itu ketika khalifahnya rasyid (mengikuti petunjuk-petunjuk agama) dan adil seperti Khulafaur Rayisidin. Akan tetapi ketika yang menjadi khalifah tidak rasyid seperti Yazid bin Muawiyah, dan gubernurnya seperti al-Hajjaj bin Yusuf, yang terjadi bukan menyelesaikan problem. Justru rakyatnya sendiri yang dibunuh.”
Acara seminar tahunan yang digelas oleh M3 (Majlis Musyawarah Ma’hadiyah) PP. Syaikhona Kholil Demangan Bangkalan, tersebut ternyata menjadi ajang perdebatan antara kedua nara sumber. Suasana panas, tepuk tangan dan suara huuuh…. dari para hadirin ketika jawaban atau serangan dikemukakan oleh salah seorang pembicara mewarnai acara seminar tersebut. Meskipun sebagian besar sanggahan-sanggahan Hisyam Hidayat berhasil dijawab dengan cukup bagus oleh Idrus Ramli dan bahkan dijadikan sanggahan balik yang mematikan terhadap Hisyam. Sementara sanggahan-sanggahan Idrus Ramli, tidak mampu direspon oleh Hisyam Hidayat. Menurut KH. Ali Ghafir, salah satu dosen STIT Syaikhona Kholil, yang menyaksikan acara seminar tersebut, “Perjalanan dialog sangat tidak seimbang. Karena semua sanggahan Hisyam Hidayat berhasil dijawab dengan baik oleh Ustadz Idrus Ramli dan bahkan dijadikan serangan balik yang cukup mematikan. Sementara sanggahan-sanggahan Ustadz Idrus, tidak mampu dijawab dengan baik.” Acara dialog dihentikan setelah waktu menunjukkan pukul 13.45 menit.
Sumber:: http://www.sarkub.com/2012/membangun-kesalehan-individual-atau-perbaikan-sistem-pemerintahan/#axzz2GGMaaRt5
Saturday, 15 December 2012
SAY V
IPNU-IPPNU ranting bakalan
kecamatan bululawang kab. Malang yaqin akan mengapai masa depan dengan mudah
dan gemilang dengan doa para anak-anak yatim, hal ini yang menjadi alasan untuk
selalu mengadakan Santunan Anak Yatim pada tiap tahun pada bulan Muharram tepatnya
Yaummu Asyuri ( hari ke 10 dari bulan muharam), suatu moment yang indah dimana
pembubaran Panitia Sntunan Anak Yatim V ini di tutup dengan pemberian santunan
kepada anak yatim dari Keluarga Besar Mahasiswa Bidik Misi (KBMB) UIN Maulana
Malik Ibrahim Malang melalui Yayasan Sosial Tali Hati Indonesia.
Santunan Anak Yatim (SAY) V yang
dilaksnakan pada 24 November 2012 sungguh anugrah Allah SWT, karena acara SAY V
kali ini dihadiri Majlis Maulid wa Taklim IPNU-IPPNU PAC Bululawang dan
pengajian umum, dan Laporan Pertanggung jawaban dan pembubarannya pada 14
Desember 2012 bertepatan di Balai desa Bakalan ini tidak disangka dihadiri
Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim dan YS Tali hati. Hal ini murapakan reziki
dari Allah yg tidak disangka-sangka untuk anak yatim dan dukungan luar biasa untuk
IPNU-IPPNU Ranting Bakalan.
Anak-anak yatim yang mendapatkan
santunan tersebut terkumpul pada naungan YS Tali Hati Indonesia yang berada di
desa tersebut. Karena Yayasan Sosial tersebut bergerak di bidang motivasi
pendidikan maka kehadiran Mahasiswa UIN Maulana malik Ibrahim adalah moment
yang luar biasa bagi anak-anak yatim. Yayasan ini dibentuk dan dilahirkan dari
para pembina dan alumni-alumni IPNU-IPPNU untuk memperhatikan setiap hari
anak-anak yatim khususnya di dunia pendidikan. Saturday, 8 December 2012
Meluruskan pemahaman Maulid Nabi SAW
Judul Buku: Peringatan Maulid Nabi Muhammad SawPenulis: K.H. M. Syarwani Abdan
Editor: Noviana Herlianti
Penerbit : Muara Progresif Suarabya
Cetakan : Pertama 2012
Tebal: vi + 66 Halaman
Peresensi : Masduri*)
Seringkali peringatan maulid Nabi Muammad Saw masih dianggap bi’ah yang menyesatkan. Dengan alasan pemurnian tauhid, sebagian kelompok Islam menolak mentah-mentah peringatan maulid Nabi, tanpa melihat sisi lain yang mesti tidak boleh diabaikan. Sebab hukum dalam Islam mesti melihat konteks dan manfaat bagi pelakuknya. Sehingga tidak serampangan dan tergesa-gesa dalam memutusakan suatu hukum dalam Islam.
Orang yang berpandangan bahwa peringatan maulid Nabi tidak boleh dilaksanakan karena takut terjerumus kepada lembah kemusyrikan, bagi saya hanya bentuk pesimisme yang berlebihan, sebab peringatan maulid Nabi hanya sebatas bentuk penghormatan dan ungkapan rasa syukur umat Islam atas kelahiran Nabi Muhammad Saw. Berkat kelahiran beliau kita mengenal Islam dan Iman. Sehingga kehidupan manusia menjadi beradab dan berperikemanusian.
Nabi sendiri juga mengagungkan hari kelahirannya sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah Swt. Ungkapan syukur nabi diwujudkan dalam bentuk puasa hari tiap Senin. Hal ini secara implisit megegaskan bahwa Nabi juga merayakan hari kelahirannya, hanya saja dalam bentuk yang berbeda dengan perayaan maulid Nabi yang sekarang biasa kita lakukan, namun maksud dan tujuannya sama.
Wajar bilamana umat Islam juga melaksanakan peringatan maulid Nabi, karena bentuk penghormatan dan ungkapan rasa syukur atas kelahiran Nabi merupakan hal penting, agar sosok beliau senatiasa menjadi panutan yang mesti diikuti. Bukankah Allah Swt telah menegaskan dalam Al-Quran bahwa pada diri Rasulullah terdapat suri tauladan yang baik (baca: QS. Al-Ahzab: 21).
Melalui peringatan maulid kita mencoba seolah-olah menghadirkan Nabi Muahmmad sebagai upaya agar kita dapat mencontoh beliau. Bukan untuk menyembah atau mengagungkan Nabi secara berlebihan. Dalam Islam itu sudah jelas bahwa hanya Allah Tuhan yang mesti disembah dan Nabi Muhammad hanya sebatas utusan yang diberikan amanah menyampaikan risalahNya kepada umat Manusia.
Pemaknaan Bid’ah
Peringatan maulib Nabi seperti yang kita lakukan sekarang ini memang tidak pernah dilaksanakan pada waktu Nabi masih hidup. Karenanya secara sosial kemasyarakatan umat Islam, peringatan maulid Nabi tergolong bid’ah hasanah, sebab tidak ada ayat Al-Quran atau hadist yang secara jelas menganjurkan peringatan maulid Nabi. Namun bila dirunut dari satu persatu isi kandungan maulid Nabi, seperti dzikir, mendengarkan riwayat hidup Nabi, membaca shalawat, pujian-pujian kepada Nabi, bergembira atas lahirnya beliau ke muka bumi, dan bersedekah sebagai jamuan saat maulid, hal tersebut sudah ada dalam dalil-dalil syara’ dan kaidah-kaidah kulliyat yang telah ada pada masa Nabi, sehingga dalam perspektif ini maulid nabi tidak tergolong bid’ah.
Lagi pula tidak semua bid’ah tergolong haram. Sebab jika semua bid’ah haram, otomatis kodifikasi Al-Quran yang pernah dilakukan Abu Bakar, Umar dan Zaid bin Tsabit yang ditulis dalam bentuk mushaf juga haram. Oleh karena mereka khawatir akan hilangnya Al-Quran karena meninggalnya para penghafal Al-Quran, kemudian mereka memngumpulkannya dalam bentuk mushaf. Jadi, sebenarnya haram tidaknya suatu bid’ah dalam Islam tetap tergantung kepada maslahah danmafsadatnya. Bahkan pernah suatu ketika dalam rangka mengumpulkan umat Islam agar shalat tarawih dengan satu Imam umar berkata “Ni’matil Bid’atu Hadzihi (Inilah sebaik-baiknya bid’ah)”.
Termasuk pula misalnya pendirian pesntren, rumah sakit, panti asukan dan hal lain yang bermanfaat, tidak haram. Ulama’ memberikan qayid (ikatan hukum) dalam memaknai hadis “kulla bid’atin dhalalah (setiap bid’ah itu sesat)” dengan bid’ah sayi’ah (bid’ah buruk). Oleh karena itu semua aktifitas yang belum pernah dilakukan Nabi pada masanya, namun dilakukan oleh sahabat dan tabi’in tidak bisa disebut bid’ah. Imam syafi’i pernah berkata, “perkara yang baru dan menyalahi Al-Quran, sunnah, ijma’ dan atsar adalah bid’ah dhalalah. Namun suatu hal yang pada dasarnya baik, maka hal itu terpuji”.
Dalam Al-Quran Allah berfirman “Dan semua kisah dari para rasul kami ceritakan padamu yang dengannya kami teguhkan hatimu” (QS. Hud: 120). Sudah jelas, melalui peringatan maulid Nabi, umat Islam akan mendengarkan sejarah kehidupan Nabi, sehingga melalui kisah tersebut, umat Islam diharapkan dapat meneguhkan keimanannya kepada Allah Swt. dan dapat mencontoh Nabi dalam kehidupannya sehari-hari.
Lebih jelasnya, buku “Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw” karya KH M Syarwani Abdan, secara jelas dan terperinci akan membahas penjelasan tentang maulid Nabi dengan argumentasi yang dapat dipertanggungjawabkan dengan landasan nash. Sehingga pembaca dapat memahami peringatan maulid Nabi secara komprehensif dan tidak terjebak pada klaim bid’ah yang selama ini sering digembor-gemborkan oleh kelompok yang mengaku dirinya kelompok pemurnian tauhid.
*) Masduri, Kader Muda NU di IAIN Sunan Ampel Surabaya, alumnus Pesantren Nasy’atul Muta’allimin Gapura Sumenep.
Ketika Gus Dur membuka praktik perdukunan
Pak tua ingin suwuk dari Gus Dur. Suwuk atau semacam semburan doa seorang dukun itu diyakini sanggup memancarkan keberkahan. Air yang disuwuk dapat jadi obat, tak hanya untuk penyakit, tapi juga stress, pikun, bebal, hingga sulit cari jodoh.
Usai pengajian, seketika Pak Tua menghampiri Gus Dur. Hadirin hanya bisa melongo.
“Gus, saya minta suwuk,” ucapnya sembari menyodorkan sebotol air mineral ukuran besar.
Entah apa yang dibaca, Presiden RI ke-4 ini tampak khusuk berkomat-kamit melayani permintaan Pak Tua.
“Wuussssss,” semburan Gus Dur menembus mulut botol air mineral.
“Terimakasih banyak Gus. Terimakasih!” wajah Pak Tua berbinar-binar dan segera menjauh dari tempat duduk Gus Dur.
Gus Dur telah memenuhi keinginan Pak Tua itu. Dan Pak Tua yakin sekali dengan keampuhan ilmu perdukunan Gus Dur. Para santri tersenyum. (nu.or.id)
Monday, 19 November 2012
Friday, 26 October 2012
KORBAN
Shidiq Hasan Khan
Bagian Pertama dari Tiga Tulisan [1/3]
[1]. DISYARIATKAN BAGI SETIAP KELUARGA
Berdasarkan hadits Abu Ayyub Al-Anshary, ia berkata :
“Arti : Di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ada seorang berkurban dgn seekor kambing untuk dan keluarga-nya.” [1] [Dikeluarkan Ibnu Majah dan At-Tirmidzi dan di shahihkan dan dikeluarkan Ibnu Majah semisal hadits Abu Sarihah [2] dgn sanad shahih]
Dan dikeluarkan juga oleh Imam Ahmad, Abu Dawud dan An-Nasa’i dari hadits Mikhna bin Salim, bahwa dia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Arti : Wahai sekalian manusia atas setiap keluarga pada setiap tahun wajib ada sembelihan (udhiyah)” [3]. [Di dalam sanad terdpt Abu Ramlah dan nama ialah ‘Amir. Al-Khaththabi berkata : majhul [4].
Jumhur berpendpt bahwa hukum berkurban ialah sunnah, bukan wajib. Demikianlah yg dikatakan oleh Imam Malik. Dan (beliau) berkata : “Saya tdk menyukai seseorang yg kuat (sanggup) untuk membeli (binatang kurban) lalu dia meninggalkannya” [5] Dan demikian pula Imam Syafi’i berpendpt.
Adapun Rabi’ah dan Al-Auza’i dan Abu Hanifah dan Al-Laits, dan sebagian pengikut Malikiyah berpendpt bahwa hukum wajib terhadap yg mampu. Demikian pula yg diceritakan dari Imam Malik dan An-Nakha’iy.[6].
Orang-orang yg berpendpt akan wajib (berkurban) berpegang pada hadits :
“Arti :Tiap-tiap ahli bait (keluarga) hrs ada sembelihan (udhiyah) “.
Yaitu hadits yg terdahulu, dan juga hadits Abu Hurairah yg diriwayatkan Imam Ahmad dan Ibnu Majah serta di dishahihkan Al-Hakim. Ibnu Hajar dalam kitab Fath-Al-Bari berkata :”Para perawi tsiqah (terpercaya) namun diperselisihkan marfu’ dan mauquf-nya. Tetapi lebih benar (jika dikatakan) mauquf.
Dikatakan Imam Thahawi dan lainnya, [7] berkata : “Bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Arti : Barangsiapa yg mempunyai keleluasaan (untuk berkurban) lalu dia tdk berkurban maka jangan sekali-kali mendekati tempat shalat kami.”
Diantara dalil yg mewajibkan (berkurban) ialah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Arti : Maka dirikanlah shalat krn Rabb-mu dan berkurbanlah”. [8].
Dan perintah menunjukkan wajib. Dikatakan pula bahwa yg dimaksudkan ialah mengkhususkan penyembelihan ha untuk Rabb, bukan untuk patung-patung [9].
Diantara juga ialah hadits Jundub bin Sufyan Al-Bajaly dalam shahihain [10] dan lainnya, berkata : Bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Arti : Siapa yg menyembelih sebelum dia shalat maka hendaklah dia menyembelih sekali lagi sebagai gantinya. Dan barang siapa yg belum menyembelih hingga kami selesai shalat, maka hendaklah dia menyembelih dgn (menyebut) nama Allah”.
Dan disebutkan dari hadits Jabir semisalnya. [11]
Berdasarkan dgn hadits :
“Arti : Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkurban untuk orang tdk berkurban dari umat dgn seekor gibas” [12].
Sebagaimana terdpt pada hadits Jabir yg diriwayatkan Ahmad dan Abu Dawud dan At-Tirmidzi, dan dikeluarkan semisal oleh Ahmad dan At-Thabrani dan Al-Bazzar dari hadits Abu Rafi’ dgn sanad yg hasan. Jumhur berpendpt untuk menjadikan hadits ini sebagai qarinah (keterangan) yg memalingkan dalil-dalil yg mewajibkan.
Tidak diragukan lagi bahwa (keduanya) mungkin untuk dijamak (gabung). Yaitu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkurban untuk orang-orang yg tdk memiliki (tdk mampu menyembelih) sembelihan dari umatnya, sebagaimana dijamak hadits :
“Arti : Orang yg tdk menyembelih dari umatnya”.
Dengan hadits.
“Arti : Atas setiap keluarga ada kurban”.
Adapun hadits :
“Arti : Aku diperintahkan berkurban dan tdk diwajibkan atas kalian”. [13]
Dan yg semisal hadits ini tdk bisa dijadikan hujjah, krn pada sanad-sanad ada yg tertuduh berdusta dan ada yg dha’if sekali.
[2]. KURBAN DILAKUKAN PALING SEDIKIT SEEKOR KAMBING
Berdasarkan hadits yg terdahulu. Al-Mahally berkata :”onta dan sapi cukup untuk tujuh orang. Sedangkan seekor kambing mencukupi untuk satu orang. Tapi apabila mempunyai keluarga, maka (dgn seekor kambing itu) mencukupi untuk keseluruhan mereka. Demikian pula dikatakan bagi setiap orang diantara tujuh orang yg ikut serta dalam penyembelihan onta dan sapi. Jadi berkurban hukum sunnah kifayah (sudah mencukupi keseluruhan dgn satu kurban) bagi setiap keluarga, dan sunnah ‘ain (setiap orang) bagi yg tdk memiliki rumah (keluarga).
Menurut (ulama) Hanafiah, seekor kambing tdk mencukupi melainkan untuk seorang saja. Sedangkan sapi dan onta tdk mencukupi melainkan untuk tiap tujuh orang. Mereka tdk membedakan antara yg berkeluarga dan tdk. Menurut mereka berdasarkan penakwilan hadits itu maka berkurban tdklah wajib kecuali atas orang-orang yg kaya. Dan tdklah orang tersebut dianggap kaya menurut keumuman di zaman itu kecuali orang yg memiliki rumah. Dan dinisbatkan kurban tersebut kpd keluarga dgn maksud bahwa mereka membantu dalam berkurban dan mereka memakan daging serta mengambil manfa’atnya.[14]
Dan dibenarkan mengikutsertakan tujuh orang pada satu onta atau sapi, meskipun mereka ialah dari keluarga yg berbeda-beda. Ini mrpk pedpt para ulama. Dan mereka mengqiyaskan kurban tersebut dgn al-hadyu. [15]
Dan tdk ada kurban untuk janin (belum lahir). Ini ialah perkataan ulama. [16]
[Disalin dari Kitab Ar-Raudhatun Nadhiyyah Syarh Ad-Durar Al-Bahiyyah, karangan Abu-At-Thayyib Shidiq Hasan bin Ali Al-Hushaini Al-Qanuji Al-Bukhari oleh Abu Abdirrahman Asykari bin Jamaluddin Al-Bugisy, dan dimuat di Majalah As-Sunnah edisi 22/II/1417H-1997M]
_________
Foote Note.
[1]. Diriwayatkan oleh At-Tarmidzi, kitab Al-Adhahi V/8/1541 dalam Tuhfah-Al-Ahwadzi, dan Ibnu Majah, kitab Al-Adhahi bab Orang yg menyembelih seekor kambing untuk keluarga II/3147. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih AT-Tirmidzi II/1216, dan Shahih Ibnu Majah II/2546.
[2]. Di dalam kitab Ar-Raudhatun Nadiyah tertulis “syariihah” dgn hurup syin. Ini ialah salah, yg benar ialah “Sariihah” dgn hurup siin, seperti yg terdpt pada kitab Sunan Ibnu Majah. Hadits ini dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah II/2547 dgn lafadz : Keluargaku membawaku kpd sikap meremehkan setelah aku tahu bahwa itu termasuk sunnah. Ketika itu penghuni rumah menyembelih kurban dgn satu dan dua ekor kambing, dan sekarang tetangga kami menuduh kami bakhil.
[3]. Berkata Al-Jauhary : Berkata Al-Ashmi’iy : Terdpt 4 bahasa dalam penyebutan Udhiyah dan Idhiyah …. dst (Lihat Syarah Shahih Muslim oleh An-Nawawi VIII/13, hal. 93 Cet. Daarul Kutub Al-Ilmiyah, Beirut-Lebanon.
[4]. Berkata Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani : Tidak dikenal …. (Lihat : Taqrib At-Tahdzib, oleh Ibnu Hajar Al-’Asqalani, No. 3130 hl. 479, pentahqiq : Abul Asybaal Shaghir Ahmad Syaqif Al-Baqistani, penerbit : Daarul ‘Ashimah, Al-Mamlakah Al-’Arabiyah As-Su’udiyah).
[5]. Muwatha ‘ Imam Malik, Juz II, hal. 38, Syarh Muwatha’ Tanwir Al-Hawaalik, pen. Daarul Kutub Al-Ilmiyah.
[6]. Lihat perselisihan para ulama dan ahli dalil mereka dalam kitab : Bidayah Al-Mujtahid oleh Ibnu Rasyd I/314 dan Al-Fiqh Al-Islami wa Adilatuhu oleh Dr. Wahbad Al-juhaili, Juz III/595-597. cet. Darul fikr.
[7]. Fath Al-Bari, Ibnu Hajar, jilid X, halaman 5, cet. Daar Ar-Rayyan li at Turats. Dan beliau juga berkata dalam Bulughul Maram : Namun para Imam mentarjih mauquf. (Bulughul Maram, bab : Adhahiy, No. 1349, bersama Ta’liq Al-Mubarakfuri, cet. Jam’iyah Ihya At-Turats Al-Islami). Namun hadits ini tdk menunjukkan wajib menurut jumhur. Wallahu a’lam.
[8]. Al-Qur’an Surat Al-Kautsar : 2
[9]. Kedua tafsiran ini disyaratkan oleh Ibnu Katsir di dalam tafsirnya, namun Ibnu Katsir merajihkan makna menyembelih hewan kurban, wallahu a’laam. (Tafsir Ibnu Katsir, jilid IV, hal. 559-560 cet. Al-Maktabah At-tijariyah, Makkah)
[10]. Riwayat Bukhari kitab Al-Adhahiy, bab : Man Dzabaha qobla as-shalah a’aada, X/12 No. 5562, dan Muslim kitab Al-Adhahi, bab : Waqtuha : XIII/35 No. 1960, Syarh Nawawi. Dan Lafazh ini ialah Lafzh Muslim.
[11]. Saya belum mendptkan ada yg semakna dgn hadits tersebut. Diriwayatkan dari Al-Barra’ bin ‘Azib seperti dalam Shahihain dan kitab-kitab Sunan. Wallahu a’lam.
[12]. Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi bab : maa jaa’a anna asy-syah al-wahidah tujzi’u'an ahlil bait : V No. 1541 dalan At-Tuhfah dan Abu Dawud bab : Fisy-syaah Yuhadhahhi Biha ‘An Jama’ah, No. 2810, dan dishahihkan Al-Albani dalam shahih Abu-Dawud : II/2436, dan Irwa’ al-ghalil, IV/1138.
[13]. Dijelaskan oleh Ibnu Hajar Asqalani dalam Fath Al-Bari X/6, dan kitab beliau Al-Khasa-is fi Takhrij Ahadits Ar-Rafi’. dan demikian juga Asy-Syaukani di kitab Nailul Authar V/126.
[14]. Lihat kitab Bidayah Al-Mujtahid I/317.
[15]. Al-Hadyu yg disembelih di tanah haram dari hewan ternak, dalam Al-Qur’an. (Lihat Al-Mu’jam Al-Wasith : 978)
[16]. Adapun berkurban bagi anak kecil yg belum baligh, menurut Hanafiah dan Malikiyah : Disukai berkurban dari harta walinya, dan tdk disukai menurut madzhab Syafi’iyah dan Hanabilah. (Al-Fath Al-Islami, oleh Wahbah Al-Jihaili III/604)
Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1287&bagian=0
Sumber Kurban Disyariatkan Bagi Setiap Keluarga, Kurban Dilakukan Paling Sedikit Seekor Kambing : http://alsofwah.or.id
Friday, 14 September 2012
FMQ I
Pagi itu ada yang berbeda di Masjid Sabilit Taqwa,
lebih ramai. Ternyata memang disana sedang diadakan FMQ (Festival Musabaqah Qur’ani) Se – JawaTimur yang
diadakan oleh PAC IPNU – IPPNU Bululawang. FMQ
yang digelar pada tanggal 9 September yang lalu sekaligus dijadikan untuk mengenalkan
dan membuktikan bahwa IPNU – IPPNU diterima diseluruh masyarakat dan mempunyai kegiatan
yang berkualitas dalam berpartisi pasime wujudk
angenerasi muda yang tangguh dan berakhlak.Hal ini terbukti sebelum memulai
lomba FMQ, kegiatan dimulai dengan pelantikan Pengurus PAC IPNU IPPNU
Bululawang. Pelantikan dimulai pukul 08.00 dan disaksikan oleh seluruh peserta lomba
se – Jawa Timur dan para tokoh NU. Dengan pelantikan ini berarti telah membuka gerbang
kepnegurusan dalam berkarya mencetak generasi muda yang berkualitas.Secara logika,
dengan pengurus IPNU IPPNU yang masih baru, untuk mengadakan acara yang besar seperti
lomba FMQ Se – Jawa Timur adalah hal sulit bagi mereka, karena butuh persiapan
yang matang dan kerjasama yang solid antar anggota. Hal ini berarti adanya kesatuan
tujuan dan kerjasama yang tinggi dari seluruh anggota dapat mewujudkan dan melaksanakan
acara dengan sukses.
Setelah acara pelantika
nusai, dilanjutkan lomba FMQ yang diikuti 35 peserta dari berbagai perwakilan
di JawaTimur. Lantunan ayat – ayat suci Al – Qur’an menggema di Masjid
SabilitTaqwa, menggetarkan jiwa para pendengarnya. Masjid Sabilit Taqwa dipilih
sebagai lokasi karna letaknya strategis. Acara ini banyak peminatnya, sayangnya
peserta terbatas. Lomba berjalan selama 6 jam,Juara 2 : No.Urut 20, Dian Ahkam Tsani, Nilai : 92,5
Juara 3 : No.Urut 17, M. Fariq Rifqi M, Nilai : 92
Juara Putri,
Juara 1 : No.Urut 12, Inna Shafa, Nilai : 91,5
Juara 2 : No.Urut 35, Nadia Fauziah Zain, Nilai : 90
Juara 3 : No.Urut 9, Shinta Anum Z, Nilai : 88
Tuesday, 14 August 2012
FMQ I

PETUNJUK TEKNIS
1. WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN
Hari : Ahad
Tanggal : 09 September 2012
Jam : 08.00 - Selesai
Tempat : Masjid Sabilit Taqwa Bululawang
2. KETENTUAN UMUM
a. Peserta wajib hadir sepuluh menit sebelum kegiatan dimulai
b. Bila sudah di panggil 3x belum hadir maka akan di panggil diakhir
c. Selama kegiatan diharuskan untuk memakai tanda peserta
d. Peserta wajib daftar ulang di tempat lomba
e. Mendaftar dengan mengisi formulir yang dikumpulkan kepada panitia sekretariat paling lambat 07 September 2012
f. Biaya transportasi ditanggung peserta
g. Biaya pendaftaran ;
Umum : 50.000,-
Pelajar / Mahasiswa : 40.000,-
h. Menyerahkan Maqra’ selambat-selambatnya saat Technical Meeting
i. Technical Meeting dilaksanakan pada Jumat, 07 September 2012, Pukul 14.00 WIB, di Masjid Jami’ Sabilit Taqwa ( Selatan Pasar Bululawang )
j. Terbatas 100 peserta
3. KETENTUAN KHUSUS
a. Peserta usia SLTP/SLTA/PT (Strata 1)
b. Surat bebas
c. Durasi 7 menit
d. Maqra’ / Surat bebas
e. Keputusan juri tidak bisa diganggu gugat
4. PENDAFTARAN
a. Pendaftaran dimulai pada tanggal 25 Juli – 07 September 2012 di Sekretariat SMPNU (Utara Stadion Bululawang ) Kab. Malang 65171 Jawa Timur
b. Mengisi Formulir Pendaftaran
c. Membayar Kontribusi sebesar
- Umum : 50.000,-
- Pelajar/Mahasiswa : 40.000,- (Menyertakan Kartu Pelajar/Mahasiswa)
d. Contact person : Moch Luthfi Ainur Rofiq : 085-646-300-646
Kika Wahbi Rahmatika : 085-749-545-765
5. HADIAH
a. Pemenang lomba diambil 2 katagori, Remaja Putra dan Putri, Setiap pemenang mendapatkan Thropy, dan Tabungan Pembinaan
b. Peserta yang tidak mendapatkan juara juga mendapatkan Piagam sebagai peserta
c. Pemenang lomba akan diumumkan pada akhir acara



20:41
Unknown
Download this in PDF format

